Sejak menjadi
orang nomor satu di Nusantara ini, Presiden Joko Widodo terus berupaya
membangun wilayah Papua dan Papua Barat. Baginya kedua provinsi ini sangatlah
istimewa “Papua dan Papua Barat punya keunggulan berupa kekayaan alam yang
melimpah. Pertambangan, pertanian, kehutanan, kelautan, pertanian. Lengkap,”
tulis Presiden Jokowi dalam akun facebooknya (21/7/2017).
Namun
sayangnya, kekayaan alam Papua yang melimpah itu bagaikan mutiara yang
terpendam. Ada banyak tantangan di Papua dan Papua Barat seperti kesenjangan
ekonomi hingga ketimpangan pembangunan. Isu utama di Papua dan Papua Barat
adalah keterisolasian, yang menyebabkan dua provinsi ini sulit berkembang.
Karena alasan itulah, maka Presiden Jokowi terus berupaya menggenjot
pembangunan infrastruktur, terutama transportasi, untuk mewujudkan konektivitas
di Papua dan Papua Barat.
Presiden
Jokowi menulis bahwa pembangunan infrastruktur untuk memperlancar konektivitas
antar wilayah, antar kabupaten, dan antar daerah adalah kunci untuk
menggerakkan perekonomian dan pemerataan pembangunan di Papua dan Papua Barat.
Di akun Facebook“-nya,Presiden Jokowi juga memamerkan foto-foto bandara di
Papua dan Papua Barat yang telah berdiri.
Megah dan
cantik karena terus dikebut pengerjaannya. Di Papua ada Bandara Nop Goliat
Dekai, Bandara Wamena, Bandara Mopah dan Bandara Domine Eduard Osok. Sedangkan
di Papua Barat ada Bandara Utarom Kaiman, keberadaan bandara di Papua dan Papua
Barat ini amatlah strategis, dan Presiden Jokowi berharap bahwa hal ini dapat
mengatasi keterisolasian dan selanjutnya mampu menekan harga barang, khususnya
sembako sehingga warga Papua dan Papua Barat bisa meningkat kesejahteraannya.
Kepada seluruh
menteri di jajaran Kabinet Kerja-nya, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar
pelaksanaan proyek strategis nasional dan program prioritas di Papua dan Papua
Barat dapat dipercepat demi terwujudnya konektivitas. “Konektivitas sangat
diperlukan bagi dua provinsi ini, bukan sekadar untuk membuka daerah-daerah
terisolir tapi juga untuk menekan biaya logistik, dan meningkatkan daya saing
produk-produk lokal. Dengan begitu, rakyat Papua dan Papua Barat dapat segera
merasakan manfaat nyata dari pembangunan tersebut,” tulis Presiden Jokowi.
Khusus di
Papua Barat, Presiden Jokowi meminta untuk dilakukan percepatan pembangunan
pelabuhan di Sorong, Bintuni, dan Kaimana serta pengembangan dermaga
penyeberangan di Wasior dan Folley serta pengembangan beberapa bandara.
Provinsi Papua
dan provinsi Papua Barat merupakan dua provinsi yang ada di pulau Papua dan
terletak di wilayah paling timur negara Republik Indonesia dan merupakan
provinsi terluas di Indonesia dengan luas 421.981 Km2. Pulau Papua belum banyak
dirambah aktivitas manusia dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang menjanjikan
peluang untuk berinvestasi baik lokal maupun asing. Penggunaan lahan di Papua
sebagian besar masih berupa hutan dan sangat cocok untuk lahan pertanian. Namun
demikian Papua juga memiliki potensi alam berupa laut yang kaya dengan
keanekaragaman hayati dan memiliki bentang alam yang sangat indah. Dari sisi
geologi Pulau Papua juga menyimpan gas alam, minyak dan aneka bahan tambang
lainnya yang melimpah.
Namun potensi
luar biasa yang dimiliki oleh Pulau Papua ini belum ditunjang oleh
infrastruktur yang memadai. Hal ini dikarenakan ketimpangan wilayah antara
Wilayah Barat dan Wilayah Timur Indonesia masih tinggi, dan Papua sebagai salah
satu Pulau di Wilayah Indonesia Timur kerap menjadi sorotan dalam hal
ketertinggalan pembangunan infrastruktur masih banyak kawasan-kawasan di Papua
yang tergolong terisolir karena tidak adanya akses infrastruktur transportasi
yang menghubungkannya dengan beberapa ibukota kabupaten lainnya. Rendahnya
ketersediaan infrastruktur dasar menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi
wilayah di pulau ini juga rendah. Dengan demikian maka pembenahan infrastruktur
di Papua merupakan hal yang krusial untuk mengatasi ketimpangan dan
keterisoliran.
Dengan adanya
peningkatan akses jalan dan bandara diyakini akan semakin mempercepat pembangunan
dan mengejar ketertinggalan Papua. Untuk itu, dalam rangka mendukung peran
penting Pulau Papua dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang dinilai mampu
menjadi salah satu kontributor perekonomian Indonesia di masa depan, pemerintah
terus berupaya melakukan perbaikan penyediaan infrastruktur, termasuk
pengembangan infrastruktur di bidang pekerjaan umum dan perumahan. Penyediaan
infrastruktur ini akan memberikan peluang terciptanya pemerataan kesejahteraan
dan pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat lokal. Percepatan
pembangunan di Pulau Papua perlu segera dilakukan dan didukung dengan
penyusunan rencana infrastruktur yang terintegrasi, khususnya infrastruktur
bidang pekerjaan umum dan perumahan sehingga terciptanya pengembangan
infrastruktur Pulau Papua yang sinergis, aman, nyaman dan berkelanjutan untuk
investasi ekonomi.
Didasari oleh
PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN dan Perda No.23 Tahun 2013 tentang RTRW
telah ditetapkan bahwa Pulau Papua memiliki 12 kawasan strategis. Empat lokasi
kawasan strategis merupakan kawasan andalan di Provinsi Papua Barat dan 8
(delapan) lokasi kawasan strategis lainnya merupakan kawasan andalan di
Provinsi Papua.
Sementara itu,
Permen PU No.13.1 Tahun 2015 tentang Renstra PUPR menetapkan 4 (empat) Wilayah
Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS Sorong-Manokwari, WPS
Manokwari-Bintuni, WPS Aksesibilitas baru Nabire-Enarotali-Wamena, serta WPS
Perbatasan dan Hinterland Jayapura-Merauke.
Membangun
Indonesia dari Pinggiran
Besarnya
anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa tahun 2017 untuk provinsi Papua
menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan desentralisasi dan
keberpihakan pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran sesuai
semangat Nawa Cita. Oleh sebab itu pemerintah daerah harus menggunakan anggaran
tersebut dengan patut dan tepat. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat
meningkatkan kompetensi dan kapasitas perangkatnya agar dapat bekerja secara
professional, baik dalam mengelola keuangan daerah maupun dalam pelayanan
kepada masyarakat.
Seluruh Satker
telah mempercepat penyerapan anggaran dengan memulai pra lelang proyek-proyek
tahun 2017 di akhir tahun 2016, sehingga awal tahun 2017 semua kegiatan sudah
berjalan efektif. Kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang tertunda karena
penghematan di tahun 2016 dilanjutkan di tahun 2017 dengan pagu yang ada dengan
meningkatkan langkah monitoring dan evaluasi pelaksanaan belanja melalui
sinergi dan koordinasi yang intensif antar jajaran pemerintah dan diperkuat
dengan sistem berbasis teknologi informasi.
Kejar Target Rasio
Elektrifikasi 90 Persen di Papua
Staf Khusus
Presiden Kelompok Kerja Papua, Lenis Kogoya
cukup banyak pembangkit listrik di banyak lokasi di Papua dan pada 31
Oktober 2017 lalu menyampaikan bahwa pemban-Papua Barat seperti di Sorong,
Fak-fak, Timika, Manokwari, gunan infrastruktur yang menghubungkan jalur tiap
daerah Bintuni, Biak, Serui, dan Merauke untuk mencapai target rasio terpencil
di Papua sudah hampir selesai, baik jalur darat, udara elektrifikasi 90 persen
pada 2019 maupun laut.
Kampung-kampung
yang berada di daerah-daerah yang terpencil antarkabupaten sudah bisa ditembus.
Selain itu juga sudah ada pelabuhan di Nabire, Sorong, Manokwari dan Jayapura.
Lenis berharap agar para Menteri terkait bisa turun ke lapangan untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur di Papua, terutama tol laut dan
pelabuhan-pelabuhan yang belum rampung.
Untuk lebih
memudahkan akses masyarakat setempat, beberapa pintu masuk akan dibuka di
Nabire. Sementara itu di Sorong dilakukan pelebaran jalan pelabuhan, sedangkan
di Manokwari, dilakukan perluasan tempat penampungan.
PLN juga telah membangun dua
pembangkit listrik mesin gas (PLTMG) di Kampung Holtekamp, Jayapura sebesar 50
megawatt (Mw) dan di Nabire sebesar 20 Mw. Pembangunan ini merupakan tahap awal
dari program 35.000 Mw listrik di tanah Papua. Selanjutnya PLN juga akan
membangun.
Empat
Kementerian Komitmen Bangun Papua
Papua kini
menjadi salah satu fokus proyek strategis nasional. Dengan adanya pembangunan
Papua diharap-kan pembangunan tidak terpusat di Indonesia tetapi juga menjangkau
wilayah Indonesia bagian Timur. Setiap kementerian menempatkan proyek-proyek
strategis nasional di Papua, serta berkomitmen untuk mengawal pembangunan ini.
Sedikitnya empat Kementerian berkomitmen membangun Papua
melalui beragam program. Keempat Kementerian tersebut meliputi Kementerian
Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian
Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR). Masing-masing menteri memaparkan target perkembangan Bumi Cendrawasih.
Mereka juga menjelaskan perkembangan setiap program Kementeriannya.
Sinergisitas para Menteri tersebut tercermin dalam Diskusi Media dengan tema
“Visi Indonesia Sentris Pemerataan di Papua”. Menteri Komunikasi dan
Informatika Rudiantara mengungkapkan, rencananya dengan kalangan media massa
ini akan terjadwal secara berkala sebagai bagian dari pelaksanaan program
Government Public Relations (GPR). Dengan kata lain, Kehumasan Pemerintah yang
menjadi amanah bagi semua kementerian Kabinet Kerja untuk memaparkan
kinerjianya kepada publik. “Sinergi antara kementerian benar didahulukuan, kita
tidak melihat proyek masing-masing Kementerian. Egosentris sedikit demi sedikit
mulai hilang, kerjanya lebih bersama agar lebih efisien,”tandasnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang mengatakan bahwa
mereka siap untuk membangun Papua. Tak tanggung-tanggung, Kementerian
Perhubungan mengalokasikan 10% anggaran tahunannya untuk pengembangan infrastruktur
Papua. “Jumlah investasi kita kurang lebih pada tahun ini ada Rp 4 triliun,
artinya 10% dari anggaran dari Kementerian Perhubungan ada di Papua. Padahal
kita tahu ada 34 provinsi. Artinya, kita berikan perhatian lebih kepada Papua,”
ujarnya.
ESDM
Targetkan Penerangan
Menteri ESDM Ignasius Jonan menargetkan program pen-erangan
atau lampunisasi. Yaitu: dengan menggunakan lampu tenaga surya di desa-desa
Papua dan Papua Barat yang masih gelap gulita selesai pada 2017-2018. “Ini yang
ditargetkan Pemerintah, paling kurang tahun 2017 dan tahun 2018 sudah ada
lampu. Yang penting lampunya dulu, setelah itu jaringan listriknya di bangun,”
ujarnya.
Jonan mengungkapkan akan membagikan perangkat lampu kepada
masyarakat Papua yang masih mengalami kegelapan. Ia mengungkapkan, lampu itu
seharga 3,5 juta rupiah /unit yang terdiri dari perangkat panel surya, empat
lampu, dan satu unit pengisi baterai ponsel. “Dalam keadaan normal, satu lampu
bisa menerangi 8 jam sehari dan dapat dipindah dan dibawa kemana saja sehingga
dapat berfungsi juga sebagai lampu senter di kegelapan,” jelasnya. Menurutnya
dari 2.500 desa yang belum teraliri listrik atau masih gelap gulita, sebagian
besar berasal dari Papua dan Papua Barat. Terdapat sekitar 136.000-140.000
kepala keluarga di kedua provinsi ujung Timur Indonesia tersebut dari sekitar 260
ribu lebih kepala keluarga yang belum diterangi di seluruh Indonesia. Ia
menambahkan, nantinya setiap KK di daerah yang masih belum mendapatkan
penerangan listrik mendapatkan sebuah panel surya dengan empat buah lampu
dengan sebuah cas batere untuk telpon seluler. “Lampu itu dapat diatur dalam
tiga kategori penerangan. Untuk lampu terang, lampu hidup dapat bertahan enam
jam, penerangan sedang lampu akan bertahan 12 jam dan lampu redup untuk tidur
dapat bertahan hingga 60 jam,”tandasnya. Di Provinsi Papua pemerintah akan
menghasilkan 365 megawatt (mw) sampai 2019 dan sembilan unit energi terbarukan.
Empat
Bidang Prioritas Pembangunan Papua
Percepatan
pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan amanat Undang-Undang
Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua. Pelaksanaan UU Otonomi
Khusus Papua tersebut didasari semangat mewujudkan kesetaraan dan kesejahteraan
masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan provinsi lainnya. Percepatan
pembangunan Papua dan Papua Barat juga menjadi bagian dari pemihakan (afirmasi)
untuk menghargai, menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar sosial,
ekonomi, dan budaya, serta hak-hak sipil dan politik masyarakat Papua dan Papua
Barat agar dapat menikmati kehidupan yang lebih maju, sejahtera, dan
bermartabat. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan oleh Pemerintah, antara lain
melalui penetapan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat; Peraturan Presiden Nomor 65 tahun
2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
(P4B).
Namun,
berbagai hambatan yang muncul menyebabkan pelaksanaan berbagai kebijakan
tersebut kurang optimal dan efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan kemajuan Provinsi Papua dan Papua Barat.
Percepatan
pembangunan kesejahteraan Papua dan Papua Barat sampai dengan tahun 2019
mendatang akan difokuskan pada peningkatan kesejahteraan dengan melaksanakan
empat bidang prioritas, yaitu:
(1) pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan
(2) pengembangan ekonomi lokal, perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan
(3) infrastruktur dasar dan konektivitas; serta
(4) kelembagaan dan tatakelola. Pelaksanaan percepatan
pembangunan kesejahteraan di
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilaksanakan dengan strategi berupa:
pembangunan berbasis wilayah adat dan difokuskan untuk Orang Asli Papua (OAP);
percepatan pembangunan kampung terutama di daerah pegunungan tengah, daerah
terpencil dan tertinggal yang sulit dijangkau.
Pelaksanaan
dialog secara intensif dengan semua komponen masyarakat dan pemerintahan
daerah; pendampingan terhadap aparatur pemerintah daerah dan masyarakat;
pemberdayaan dan pelibatan aktif masyarakat lokal dalam pengawasan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik; pemberdayaan OAP dan pengusaha lokal
yang berdomisili di wilayah Papua, dan peningkatan kerja sama kemitraan dengan
swasta, serta kelompok masyarakat lainnya yang memiliki perhatian untuk Papua.
Fokus Pembangunan
Papua dan Papua Barat tahun 2018
Percepatan
pembangunan di Papua dan Papua Barat adalah dengan mengutamakan perluasan akses
dan peningkatan kualitas pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, pengembangan
ekonomi lokal berbasis wilayah adat, penurunan angka kemiskinan dan
perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur dasar, pengembangan konektivitas
wilayah, serta pengembangan kelembagaan dan tata kelola.
Adapun
arah kebijakan dan sasaran umum pembangunan wilayah ditujukan untuk: peningkatan
kesejahteraan masyarakat; pengurangan kesenjangan antar wilayah; pengurangan
risiko bencana; dan peningkatan keserasian pemanfaatan ruang dan pertanahan. Dalam
Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 disebutkan bahwa sasaran pembangunan
wilayah difokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal dan
kawasan perbatasan, yaitu sebesar 6,4 – 6,6% pada 2017, 6,7 – 6,9% pada 2018),
dan 6,9 – 7,1% pada 2019. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di daerah
tertinggal akan diperkecil dari 16,0 – 16,5% pada 2017, menjadi 15,5 – 16,0%
pada 2018, dan 15,0 – 15,5% pada 2019. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di daerah tertinggal akan terus ditingkatkan dari 61,34 pada 2017,
menjadi 62,06 pada 2018, dan 62,78 pada 2019.
Pemerintah
juga melakukan pengembangan Pusat Ekonomi Kawasan Perbatasan di 10 PKSN hingga
tahun 2019, melakukan pembangunan kecamatan lokasi prioritas (lokpri)
masing-masing 150 lokpri pada 2017, 187 lokpri pada 2018, dan 187 lokpri pada
2019. Selain itu juga dilakukan pembangunan infrastruktur pendukung PLBN,
masing-masing sebanyak 7 (tujuh) PLBN setiap tahunnya hingga tahun 2019 serta
upaya peningkatan keamanan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan
masing-masing di 12 PPKT setiap tahunnya hingga tahun 2019. Sasaran pembangunan
perdesaan adalah dengan meningkatkan desa tertinggal menjadi desa berkembang,
yaitu : sebanyak 3.000 desa pada 2017,
4.500 desa pada 2018, dan 5.000 desa pada 2019. Selanjutnya adalah meningkatkan
desa berkembang menjadi desa mandiri, yaitu sebanyak 1.200 desa pada 2017, 1.800
desa pada 2018, dan 2.000 desa pada 2019.
Berikutnya
adalah melakukan peningkatan konektivitas Desa-Kota melalui pembangunan ekonomi
hulu-hilir dan pengelolaan kawasan perdesaan untuk mempercepat kemandirian desa
di 28 Kawasan pada 2017, 39 Kawasan pada 2018, dan 39 Kawasan pada 2019. Pembangunan
dan pengembangan kawasan transmigrasi untuk percepatan desa tertinggal menjadi
desa berkembang di 86 Kawasan/ 43 SP/ 12 KPB pada 2017, 130 Kawasan/ 65 SP/ 18
KPB pada 2018, dan 144 Kawasan/ 72 SP/ 20 KPB pada 2019. Sasaran penurunan
Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Nasional dari rata-rata 142,2 pada 2017,
akan diturunkan menjadi 137,5 pada 2018, dan 132,8 pada 2019. Sementara sasaran
prioritas nasional rata-rata IRBI di 136 Kabupaten/Kota adalah dari 154,1 pada
2017, diturunkan menjadi 149 pada 2018, dan 144 pada 2019.
Sasaran
percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat di sektor pertumbuhan ekonomi
adalah dengan meningkatkan pertumbuhan sebesar 6,7% pada 2018 menjadi 7,5% pada
2019 untuk provinsi Papua. Sedangkan untuk provinsi Papua Barat adalah sebesar
6,9% pada 2018 menjadi 7,8% pada 2019. Tingkat kemiskinan di Papua adalah
sebesar 27,1% pada 2017, ditutunkan menjadi 26,8% pada 2018, dan 26,5% pada
2019. Sementara tingkat kemiskinan di Papua Barat adalah sebesar 23,6% pada
2017, diturunkan menjadi 22,4% pada 2018, dan 21,4% pada 2019. Tingkat
pengangguran di Papua adalah sebesar 3,7% pada 2017, diturunkan menjadi 3,6%
pada 2018.
Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua Periode
2015-2019
Tujuan dan sasaran
pengembangan wilayah Papua pada periode 2015-2019 adalah mendorong percepatan dan
perluasan pembangunan wilayah Papua untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat Papua melalui percepatan dan perluasan pembangunan yang menekankan
pada keunggulan dan potensi daerah yang berbasis kesatuan adat. Percepatan dan
perluasan pembengunan tersebut dilakukan melalui:
(a) Pemenuhan kebutuhan
dasar dan ketahanan hidup yang berkelanjutan, serta pemerataan pelayanan
pendidikan, kesehatan, dan perumahan rakyat yang terjangkau, berkualitas, dan
layak.
(b) Pengembangan kemandirian
ekonomi berkelanjutan berbasis wilayah adat khususnya di Provinsi Papua melalui
pengembangan industri kecil dan menengah dibidang pertanian berbasis komoditas
lokal, yaitu kakao, kopi, buah merah, karet, sagu, kelapa, kacang tanah, ubi,
sayur dan buah-buahan, serta komoditas non lokal yaitu padi, jagung, kedelai,
dan tebu. Pengembangan perkebunan dan pertanian tanaman non-pangan seperti
tebu, karet, dan kelapa sawit; pengembangan peternakan yaitu sapi dan babi;
pengembangan kemaritiman yaitu industri perikanan dan pariwisata bahari;
pengembangan potensi budaya dan lingkungan hidup, yaitu pariwisata budaya,
cagar alam dan taman nasional; dan pengembangan hilirisasi komoditas minyak,
gas bumi dan tembaga.
(c) Penyediaan infrastruktur
yang berorientasi pelayanan dasar masyarakat maupun peningkatan infrastruktur
yang berorientasi pengembangan investasi dan pengembangan komoditas, serta
(d) Peningkatan SDM dan
Iptek secara terus-menerus.
Sasaran pengembangan Wilayah
Papua pada tahun 2015- 2019 adalah: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan
pengembangan ekonomi Wilayah Papua, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah, termasuk diantaranya
adalah pengembangan 2 (dua) kawasan ekonomi khusus, 1 (satu) kawasan industri,
pengembangan 5 (lima) kawasan adat dan pusat-pusat pertumbuhan penggerak
ekonomi daerah pinggiran lainnya.
2. Sementara itu, untuk
mengurangi kesenjangan antarwilayah di Wilayah Papua, maka dilakukan
pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 9 (sembilan) Kabupaten
tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi 9,5% di tahun 2019; (b)
menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata
22,63% di tahun 2019; (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
daerah tertinggal sebesar rata-rata 61,40 pada tahun 2019.
3. Untuk mendorong pertumbuhan
pembangunan kawasan perkotaan di Papua, maka dilakukan optimalisasi peran 2
(dua) kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pusat
pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua dan Maluku dalam bentuk Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan
perbatasan negara.
4. Sesuai dengan amanat UU
6/2014 tentang Desa, maka dilakukan pembangunan perdesaan dengan sasaran
berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 340 desa atau meningkatnya
jumlah desa mandiri sedikitnya 140 desa.
5. Meningkatkan keterkaitan
desa-kota, dengan memperkuat 4 (empat) pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
6. Dalam rangka mewujudkan
kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing,
dan aman, maka dikembangkan 3 (tiga) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.
7. Peningkatan pelaksanaan Otonomi
Daerah di Wilayah Papua ditunjukkan dengan: (a) Meningkatnya proporsi
penerimaan pajak dan retribusi daerah sebesar 10% untuk propinsi dan 7% untuk
kabupaten/kota; (b) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi sebesar
35% dan untuk Kabupaten.
Kota sebesar 35% pada tahun 2019 serta sumber
pembiayaan lainnya dalam APBD; (c) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan
opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 2 (dua) provinsi dan 20
kabupaten/kota di wilayah Papua; (e) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat
pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar 50% dan S2-S3 sebesar 5%;
(f) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen
pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Papua sebesar
30 angkatan; (g) Terlaksananya evaluasi otsus dan pembenahan terhadap
kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (h) Terlaksananya
sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah Papua (dengan proyek awal
Provinsi Papua); (i) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah,
khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (j) Meningkatnya persentase
jumlah PTSP sebesar 40%; (k) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui
peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (l) terlaksananya sistem
monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Papua; (m)
Terlaksananya penguatan kelembagaan Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Papua
dan Papua Barat.
8. Sasaran penanggulangan bencana di Wilayah
Papua adalah mengurangi Indeks Risiko Bencana pada 10 kabupaten/kota sasaran
(Kota Jayapura, Kota Sorong, Kota Manokwari, Kabupaten Merauke, Sarmi, Yapen,
Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Biak Numfor) yang memiliki indeks risiko
bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKW, Kawasan Industri maupun
pusat pertumbuhan lainnya. Sehubungan dengan sasaran tersebut, diharapkan pada
akhir tahun 2019, pembangunan Wilayah Papua semakin meningkat. Hal ini
dicerminkan dengan makin meningkatnya kontribusi PDRB Wilayah Papua terhadap
PDB Nasional, yaitu dari sekitar 1,9% (2013) menjadi 2,6% (2019). Dengan
demikian, kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di Wilayah Papua dan menjadi 3,4% pada 2019. Di Papua Barat adalah
sebesar 7,8% pada 2017, diturunkan menjadi 7,7% pada 2018 dan menjadi 7,5% pada
2019. Sedangkan angka IPM di Papua adalah 58,2 pada 2017, ditingkatkan menjadi
58,7 pada 2018 dan 59,2 pada 2019. Di Papua Barat angka IPM adalah 62,7 pada
2017, ditingkatkan menjadi 63,2 pada 2018 dan 63,7 pada 2019.
Empat Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)
di Papua
Prinsip
dalam pengembangan wilayah adalah Competitiveness; Cluster base; Build on
existing and potential strength; Membangun overall strategy; Prioritas, Data
Driven-Fact Base; Konsisten; Visi, Strategy, Plan, Implementation;
Entrepreneurship; dan Public Private Partnership. Competitiveness not only job
creation, yaitu mendorong pertumbuhan wilayah yang kompetitif baik secara
nasional maupun global, dengan memacu peningkatan produksi kawasan dan
peningkatan nilai tambah hasil produksinya. Cluster base adalah memfokuskan
pembangunan pada kluster-kluster potensial dan strategis untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menarik perkembangan kawasan di sekitarnya.
Build on existing and potential strength not only reducing weakness yaitu
pembangunan berbasis kekayaan alam yang dimiliki dengan memperkaya rantai
produksi untuk menaikan nilai tambah, termasuk kearifan lokal.
Membangun
Overall strategy (bukan hanya daftar aksi), yaitu membangun secara menyeluruh
diseluruh aspek, meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Prioritas
yaitu memberikan prioritas dan tahapan penanganan berdasarkan kapasitas yang
tersedia untuk efektifitas dan efisiensi pembangunan.
Data
driven-fact base yaitu perencanaan, pemrograman, dan perancangan berdasarkan
data dan fakta yang benar, terkini, dan akurat. Konsisten, yaitu pengembangan
dilakukan secara konsisten dan terus menerus sesuai perencanaan. Sementara
Visi, Strategy, Plan, dan Implementation adalah berkesinambungan, terstruktur,
dan sistematik, serta masif. Sedangkan entrepreneurship adalah menciptakan
peluang kewirausahaan sektor formal dan informal dengan mendorong tumbuhnya
inovasi dan kreatifitas. Terakhir adalag Public private partnership, yaitu
kerja sama dengan swasta untuk mewujudkan rencana pembangunan Pembangunan
berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan antara
pengembangan wilayah dengan “market driven” dengan mempertimbangkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
Pembangunan
berbasis WPS fokus pada pengembangan infrastruktur menuju wilayah strategis,
mendukung percepatan pertumbuhan kawasan-kawasan pertumbuhan di WPS, serta
mengurangi disparitas antar kawasan di dalam WPS.Untuk itu diperlukan suatu
keterpaduan perencanaan antara infrastruktur dengan pengembangan kawasan
strategis dalam WPS dan juga sinkronisasi program antar infrastruktur (Fungsi,
Lokasi, Waktu, Besaran, dan Dana). Dukungan infrastruktur PUPR dalam
pengembangan WPS adalah berupa konektivitas, yaitu menghubungkan antar cluster
untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi disparitas, serta memperlancar
arus keluar barang dan jasa. Berikutnya adalah perkotaan dan industri untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan, Hinterland untuk meningkatkan keterkaitan
antara fungsi pengolahan, produksi, dan jasa, serta komunitas dalam
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan penyediaan perumahan.Di
Kepulauan Papua terdapat empat Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS
31, WPS 32, WPS 33 dan WPS 34.WPS 31 adalah wilayah pertumbuhan baru Sorong –
Manokwari, yang meliputi jalan nasional Papua Barat (Sorong – Manokwari) dengan
kondisi yang sangat bagus; Kota Sorong (PKN) dengan luas sekitar 656,4 km2 dan
jumlah penduduk mencapai 211.840 jiwa (2013), PDRB 9,35 juta per kapita (2013);
Kawasan Industri Sorong seluas: 300 Ha dengan jenis industri berupa Kayu dan
ikan laut; Pelabuhan Sorong (kelas Pelabuhan Utama) dengan luas sekitar 128.236
m2 dan kapasitas kargo sebesar 500.000 TEUS (2014).
Berikutnya
adalah Bandara Sorong (Bandara Kelas 2) seluas 57.790 m2 dengan kapasitas 3.393
orang; Bendungan Klasmesen (Kota Sorong); FEF (Kabupaten Tembraw) dengan luas
distrik mencapai 591,05 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 432 jiwa (2013).
Kemudian ada Bendungan Prafi (Manokwari); Pelabuhan Manokwari (Kelas Pelabuhan
Pengumpul); kota Manokwari (PKW) dengan luas 4.650,32 km² dan jumlah penduduk
sebanyak 150.179 jiwa (2013). Selanjutnya ada Bandara Rendani Manokwari dengan
luas sekitar 90.000 m2, dan distrik Ransiki (Kabupaten Manokwari Selatan)
dengan luas distrik sekitar 4.721 km² dan jumlah penduduk sebanyak 8.817 jiwa
(2013).
Selanjutnya
adalah WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni), yang merupakan pusat pertumbuhan
yang sedang berkembang. WPS ini meliputi Kota Manokwari seluas 237,24 km2 dan
jumlah penduduk sebanyak 85.700 Jiwa. Kota Manokwari memiliki angka IPM sebesar
68,07 dan PDRB sebesar Rp 1.314 juta. Berikutnya ada Kota Ransiki dengan jumlah
penduduk sebanyak 7.084 jiwa dan PDRB sebesar Rp 175 juta. Kota berikutnya
adalah Bintuni dengan luas kabupaten mencapai 421,75 km2 dan jumlah penduduk
sebanyak 18.552 jiwa. Angka IPM Bintuni adalah 67,58 dengan PDRB mencapai Rp
6.796 juta. Di wilayah ini juga terdapat simpul Kegiatan Migas Utama LNG,
Pelabuhan Bintuni (pelabuhan pengumpul), Kawasan Industri Teluk Bintuni dengan
jenis industri berupa migas. Kemudian ada Bandara Rendani (bandara pengumpul
skala domestik), Pelabuhan Manokwari (pelabuhan pengumpul), dan KPSN Teluk
Bintuni yang memiliki daya tarik berupa wisata pantai/bahari, taman nasional,
dan situs sejarah/tempat ibadah. Selanjutnya ada KPSN Biak dengan daya tarik
berupa bentang alam, wisata bahari, flora fauna, situs bersejarah, adat tradisi
dan taman nasional laut. Di wilayah ini juga terdapat kota Biak yang memiliki
luas sekitar 14.250,94 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 238.133 Jiwa. Biak
memiliki angka IPM 71,03 dan PDRB sebesar Rp 1.046 juta. Berikutnya ada bandara
internasional Frans Kaisepo, pelabuhan Biak (pelabuhan pengumpul) dengan luas
mencapai 127.530 m2, Pelabuhan Korido (pelabuhan pengumpul), dan Pelabuhan
Saribi (pelabuhan lokal). Berikutnya, WPS 33 adalah wilayah pertumbuhan baru
Nabire – Enarotali – Wamena. Di wilayah ini terdapat fasilitas pelabuhan Nabire
(pelabuhan pengumpul), Kota Nabire (PKW) yang berpenduduk sebanyak 82.437 jiwa
(2013) dan menghuni area seluas 127 km2. Kota Nabire memiliki angka IPM 68,02
dan PDRB sebesar Rp 1.089 juta. Selanjutnya ada Kota Kigamani (PKL) dengan
jumlah penduduk sebanyak 11.326 jiwa (2013) dan luas wilayah mencapai 115,92
Km2. Kota Tigi (PKL) dengan jumlah penduduk sebanyak 17.997 jiwa (2013) dan
luas wilayah 14,49 Km2. Kota berikutnya adalah kota Enarotali (PKL) yang
terletak di Kecamatan Paniai Timur dengan jumlah penduduk 5.278 jiwa (2013) dan
luas wilayah mencapai 588,8 Km2. Kemudian ada Kota Sugapa (PKL) yang terletak
di Kabupaten Intan Jaya dengan jumlah penpenduduk sebanyak 43.405 jiwa dan luas
wilayah 2.325 Km2. Pelabuhan Pomako Timika (pelabuhan internasional), Bandara
Mozez Kilangin Timika (bandara pengumpul skala tersier) dengan kategori bandara
domestik.
Berikutnya ada Kota Timika
(PKN) dengan jumlah penduduk sebanyak 127.278 jiwa (2013) dan luas wilayah 2.216
Km2. Kota Timika memiliki angka IPM 70,02 dan PDRB sebesar Rp 8.637 juta.
Selanjutnya Kota Ilaga (PKL) dengan jumlah penduduk sebanyak 14.233 jiwa (2010)
dan luas wilayah 886 Km2. Kota Tiom (PKL) di Kabupaten Lanny Jaya dengan jumlah
penduduk sebanyak 161.077 jiwa dan luas mencapai 3.440 Km2. Bandara Wamena
(bandara perintis) dengan kategori bandara domestik. Kota Wamena (PKW) dengan
jumlah penduduk 48.640 jiwa (2012) dan luas wilayah 249,31 Km2, angka IPM 57,22
dan PDRB Rp 660 juta. Kota Kobakma (PKL) dengan luas wilayah 328 Km2. Kota
Karubaga (PKL) dengan jumlah penduduk 15.582 jiwa dan luas wilayah 312 Km2.
Terakhir adalah Kota Mulia (PKL) dengan jumlah penduduk 87.248 jiwa (2013) dan
luas wilayah 575.16 Km2. WPS berikutnya adalah WPS 34, yaitu wilayah
pertumbuhan baru Jayapura – Merauke, yang meliputi KSPN Sentani dengan objek
wisata berupa Danau Setani berikut perkampungan tradisional Ase, wisata pantai/
bahari, dan bentang alam. Di wilayah ini terdapat PLBN Skow dan PLBN Sota. PKW
dan PKSN Merauke dengan luas kabupaten mencapai 44.071 Km² dan jumlah penduduk
sebanyak 115.359 jiwa (2011). Kabupaten Merauke memiliki angka IPM 66,52 dan
PDRB sebesar Rp 1,902 juta. Kemudian ada PKW dan PKSN Arso dengan jumlah
penduduk 21.572 jiwa (2014). Kabupaten ini memiliki IPM 69,94 dan PDRB Rp 451
juta. Pelabuhan Merauke (pelabuhan internasional Kelas III) seluas 6,5 Ha lebih
dengan kapasitas dermaga: 2x3 T/ M³/M². Pelabuhan Jayapura (pelabuhan
internasional Kelas II) dengan luas 5 Ha dan kapasitas dermaga 100 ribu TEUs/
tahun. PKL Waris di Kabupaten Keerom) dengan luas 911,94 Km² dan jumlah
penduduk 3.263 jiwa (2013). KTM Senggi di Kabupaten Keerom, KTM Muting dan KTM
Salor di Kabupaten Merauke. PKL Oksibil dengan luas 248 Km² dan jumlah penduduk
7.454 jiwa (2013), distrik ini memiliki angka IPM 49,83 dan PDRB sebesar Rp 328
juta. Selanjutnya ada Kawasan Rencana Pengembangan Kotabaru, PKSN Tanah Merah
dengan luas 27.108 Km² dan jumlah penduduk 30.147 jiwa (2011), kabupaten ini
memiliki angka IPM 51,42 dan PDRB sebesar Rp 584 juta. Selanjutnya ada KSPN
Wazur-Merauke dengan objek wisata berupa Musamus, Tugu Perbatasan, dan Suaka
Margasatwa Wazur.
Percepatan Pembangunan papua
dan papua barat
Secara
umum, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, dilakukan dengan cara;
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan dasar pendidikan, meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan ketahanan pangan, menurunkan
angka kemiskinan dan perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur dasar,
pengembangan konektivitas wilayah, dan pengembangan kelembagaan dan tatakelola,
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar pendidikan antara lain dilakukan
melalui: a. pengembangan sekolah berpola asrama untuk menanggulangi persoalan
ketertinggalan akses dan layanan pendidikan di daerah pegunungan tengah dan
daerah terisolasi lainnya; b. pengembangan pendidikan vokasi khususnya Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan potensi komoditas unggulan di wilayah
adat masing-masing; c. penurunan angka tuna aksara melalui pendidikan
keaksaraan; d. penerapan pendidikan kurikulum kontekstual Papua; e. peningkatan
kualitas guru dan penyediaan tambahan kuota guru untuk pemenuhan kekurangan
guru; dan f. pemberian kesempatan yang lebih luas untuk menempuh jenjang
pendidikan menengah dan tinggi bagi putra putri Orang Asli Papua (OAP).
Peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa: a. peningkatan
kualitas layanan kesehatan ibu dan anak; b. peningkatan gerakan masyarakat
hidup sehat; c. pengembangan Malaria Center; d. penurunan kejadian malaria,
prevalensi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya; e. pelaksanaan pelayanan
kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (telemedicine) di
Rumah Sakit Rujukan Nasional/Provinsi/Regional dan fasilitas kesehatan lainnya;
f. penugasan tenaga kesehatan Nusantara Sehat secara kelompok (team based)
termasuk di wilayah sulit dan tertinggal; g. penugasan tenaga dokter spesialis
melalui Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS); dan h. bantuan pendidikan dokter
spesialis bagi putra/putri daerah Papua dan Papua Barat.
Meningkatkan
ketahan pangan, antara lain melalui: a. peningkatan kedaulatan pangan lokal; b.
pengembangan lumbung pangan nasional di Merauke guna mendukung program
ketahanan pangan nasional; c. pengembangan industri pengolahan komoditas
unggulan lokal secara terpadu dan terintegrasi dari hulu ke hilir; d. peningkatan
industri peternakan untuk meningkatkan pendapatan asli OAP; e. peningkatan
industri kelautan dan perikanan melalui pemberdayaan ekonomi nelayan, dan
pariwisata bahari; dan f. penyediaan dan distribusi tenaga pendamping dan
penyuluh untuk meningkatkan efektivitas pengembangan dan pemasaran ekonomi
lokal.
Menurunkan
angka kemiskinan dan perlindungan sosial, antara lain melalui: a. perluasan
cakupan Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); b.
pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH); c. peningkatan sistem perlindungan
dan kesejahteraan bagi anak dan perempuan; dan d. peningkatan dan perluasan
penyediaan bantuan permodalan bagi UMKM dan peningkatan kewirausahaan untuk
OAP.
Pembangunan
infrastruktur dasar, antara lain melalui: a. pengembangan pelayanan air bersih
melalui pembangunan sumber air tanah yang menjangkau seluruh kampung dan
distrik terisolasi di wilayah sulit air lainnya; b. pengembangan perumahan
sehat dan layak huni, serta perbaikan sanitasi lingkungan dalam mendukung
budaya hidup bersih dan sehat yang menjangkau kampung dan distrik c.
pembangunan pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk
melistriki dan menerangi kampung serta distrik; d. pembangunan jaringan gas
bumi untuk rumah tangga (jaringan gas kota) beserta pipa transmisi jaringan gas
kota di Kota Sorong; dan e. pembangunan pembangkit listrik tenaga minihidro di
wilayah Pegunungan Bintang, Ilaga, dan Supiori.
Pengembangan
konektivitas wilayah antara lain melalui: a. pembangunan dan preservasi jalan
dan jembatan Trans Papua, Jalan Strategis Nasional serta Jalan Perbatasan di
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan akses dan
konektivitas antarprovinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung untuk dapat
menurunkan biaya kemahalan di wilayah pegunungan tengah dan daerah yang sulit
terjangkau secara geografis; b. peningkatan bandar udara dan bandar udara
perintis dan perluasan jalur penerbangan yang dapat menjangkau wilayah kampung
terisolasi serta terselenggaranya pelayanan jembatan udara; c. peningkatan
pelabuhan laut dan pelabuhan sungai yang dapat menjangkau wilayah kampung
terisolasi, serta terselenggaranya subsidi angkutan barang tol laut; dan d.
pengembangan telekomunikasi dan informasi yang dapat menjangkau kampung dan
distrik. Pengembangan kelembagaan dan tatakelola, antara lain melalui: a.
peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik; b. fasilitasi dan pendampingan dalam
penyusunan dan pelaksanaan peraturan daerah provinsi (perdasi) dan peraturan
daerah khusus (perdasus), sebagaimana amanat UU Otsus; c. fasilitasi penanganan
masalah hukum terkait pemanfaatan tanah adat/ ulayat untuk kepentingan
pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; dan d. pelaksanaan
efektivitas program cinta tanah air dan wawasan kebangsaan. Program Prioritas
Pembangunan daerah tertinggal merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
78 Tahun 2014 untuk mempercepat pembangunan kabupaten tertinggal atau kurang
berkembang dibanding kabupaten lainnya
Infrastruktur di Papua dan
Papua Barat Menjadi Prioritas Nasional
Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara bertahap terus meningkatkan
ketersediaan infrastruktur di Papua dan Papua Barat untuk mendukung konektivitas
di dua provinsi tersebut. Beberapa proyek infrastruktur yang dilaksanakan
bahkan menjadi prioritas nasional, sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). miliar,
jalan dan jembatan Rp 2,48 triliun, permukiman Rp 405 miliar dan perumahan Rp
78 miliar. Tahun 2016, alokasi Papua Barat sebesar Rp 2,53 triliun, terbagi
untuk alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 499 miliar, jalan dan jembatan
Rp 1,28 triliun, permukiman Rp 255 miliar dan perumahan Rp 183 miliar. Tahun
2017 alokasi Papua Barat meningkat menjadi Rp 2,64 triliun, terbagi untuk
alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 343 miliar, jalan dan jembatan Rp 1,51
triliun, permukiman Rp 129 miliar. Sehingga total alokasi pembangunan
infrastruktur PUPR untuk Papua dan Papua Barat pada tahun 2017 mencapai Rp 7,61
triliun.
Anggaran
pembangunan infrastruktur untuk Papua dan Papua Barat juga didanai melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK), dimana pada tahun 2015 dana DAK untuk kedua provinsi
tersebut sebesar Rp 1,59 triliun, tahun 2016 dana tersebut meningkat pesat
menjadi sebesar Rp 6,35 triliun dan pada tahun 2017 sebesar Rp 2,18 triliun. Daftar
Proyek Strategis Nasional di Provinsi Papua dan Papua Barat antara lain,
Pembangunan jalan Trans Papua,jalan lintas perbatasan dan jalan menuju lintas
batas serta pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan Sarana Penunjang di
Skouw, Jayapura. Perencanaan pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat
dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR periode 2015-2019, dari 35 Wilayah
Pembangunan Strategis (WPS) nasional terdapat empat WPS di Papua dan Papua
Barat, yaitu WPS 31 Sorong-Manokwari, WPS 32 Manokwari-Bintuni, WPS 33
Nabire-Enarotali-Wamena, dan WPS 34 Jayapura-Merauke. Pembangunan infrastruktur
tersebut tidak hanya membangun infrastruktur yang ditujukan untuk mendorong
perkembangan ekonomi di perkotaan, tetapi juga membangun infrastruktur di
perbatasan yang bertujuan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi dan
wilayah. Alokasi anggaran pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat
cukup besar. Pada tahun 2015, alokasi untuk Provinsi Papua sebesar Rp 5,66
triliun terdiri dari alokasi untuk sumber daya air sbesar Rp 576 miliar, jalan
dan jembatan Rp 4,26 triliun, permukiman Rp 281 miliar dan perumahan Rp 415
miliar. Tahun 2016, alokasi untuk Papua sebesar Rp 5,06 triliun terdiri dari
alokasi untuk sumber daya air Rp 308 miliar, jalan dan jembatan Rp 3,74
triliun, permukiman Rp 250 miliar dan perumahan Rp 216 miliar. Untuk tahun anggaran
2017, alokasi untuk Papua sebesar Rp 4,96 triliun terdiri dari alokasi untuk
sumber daya air Rp 411 miliar, jalan dan jembatan Rp 3,72 triliun, permukiman
Rp 132 miliar dan perumahan Rp 85,7 miliar. Sementara alokasi anggaran untuk
Provinsi Papua Barat pada tahun 2015 sebesar Rp 3,96 triliun, dimana terbagi
untuk alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 775 Dalam pembangunan jalan,
pemerintah akan menyelesaikan sekitar 112 km jalan Trans Papua yang ditargetkan
rampung seluruhnya pada tahun 2018. Sedangkan dalam pembangunan infrastruktur
sumber daya air, Kementerian PUPR melakukan rehabilitasi beberapa daerah
irigasi. Dalam pembangunan perumahan, juga dilakukan upaya untuk memperbaiki
rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni, yaitu melalui program rumah
swadaya. Masing-masing ditargetkan sebanyak 3.500 unit. Selain itu juga ada
program rumah khusus yang dibangun untuk nelayan, tenaga medis, dan pemuka
agama. Untuk meningkatkan kualitas permukiman, juga dilakukan penanganan
kawasan kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang menjangkau 41
kelurahan di Kota Sorong dan Kota Manokwari Barat. Kawasan perbatasan juga
mendapatkan sentuhan pembangunan, dimana Kementerian PUPR telah menyelesaikan
pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw yang dilengkapi dengan
infrastruktur penunjang seperti pasar, sehingga kawasan PLBN dapat berfungsi
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Derap Pembangunan
Infrastruktur di Kabupaten Sorong
Catatan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Sorong tahun 2017 menunjukkan, panjang ruas jalan di Kabupaten Sorong
adalah sepanjang 1.252 Km, terdiri dari permukaan ruas jalan aspal sepanjang
137,39 Km, permukaan ruas jalan rigid sepanjang 712,33 Km, permukaan ruas jalan
sertu sepanjang 447,56 Km, dan permukaan ruas jalan tanah sepanjang 595,82 Km. Di
sektor perhubungan laut yang sangat berpotensi dalam menghubungkan antar
Distrik atau Kampung di wilayah Kabupaten Sorong, data Dinas Perhubungan
Kabupaten Sorong mencatat bahwa saat ini terdapat 10 dermaga yang tersebar di
10 Distrik, yaitu di Mayamuk, Aimas, Seget, Makbon, Moraid, Salawati Selatan,
Moisegen, Klamono, Beraur, dan Klabot.
Selain itu, Kabupaten Sorong
juga memiliki 2 dermaga besar, 6 dermaga khusus, 5 dermaga kecil, dan 23
dermaga tambatan perahu. Kabupaten Sorong juga memiliki 6 pelabuhan khusus yang
berlokasi di Distrik Arar, Malabam dan Salawati. Di Distrik Arar ada 4
pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan; Petrochina, Loading Pier Aras Gas, Semen
Indonesia, dan Hendrison Iriana. Di Malabam dan di Salawati masing-masing ada
satu pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan Jaya Abadi dan Joint Operating Body
Pertamina dan Petrochina.
Dalam
hal sarana perhubungan udara, saat ini Kabupaten Sorong sedang melakukan
pengembangan pelabuhan udara internasional yang berlokasi di Kampung Klawoton
Distrik Moisegen. Bandara Segun yang semula memiliki luas sekitar 2.500 Ha
kemudian dikembangkan menjadi sekitar 2.825 Ha. Saat ini, masyarakat Kabupaten
Sorong menggunakan Bandara Dominic Eduard Osok yang terletak di Kota Sorong
untuk melakukan aktivitas bepergian menggunakan pesawat udara.Di bidang
kesehatan, Kabupaten Sorong memiliki fasilitas kesehatan berupa satu unit Rumah
Sakit Umum Daerah Tipe C, 18 unit Puskesmas yang tersebar di masing-masing
desa, 53 unit Puskesmas Pembantu, 174 unit Posyandu, 11 unit Poskesdes, 33 unit
Polindes dan 34 unit Pusling yang terdiri dari 34 unit sepeda motor, 7 unit
mobil dan 6 unit perahu.
Privatisasi
penggunaan fasilitas air minum merupakan salah satu indikator kesejahteraan
rumah tangga. Pada umumnya tingkat privatisasi penggunaan fasilitas air minum
sendiri akan lebih menjamin kesehatan, kebersihan dan keleluasaan dalam hal
penggunaannya. Sebagian besar atau sekitar 58,50% rumah tangga di Kabupaten
Sorong menggunakan fasilitas air minum sendiri. Sekitar 10,61% menggunakan
fasilitas air minum secara bersama, dan 9,75% menggunakan fasilitas air minum
secara umum. Saat ini masih ditemukan sekitar 21,14% rumah tangga yang tidak
mempunyai fasilitas air minum. Fasilitas pendidikan di Kabupaten Sorong
tersebar di 18 Distrik dan sebagian besar di dominasi oleh fasilitas pendidikan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar 9 tahun, yaitu fasilitas SD dan SMP.
Fasilitas pendidikan untuk jenjang yang lebih tinggi seperti SMA dan SMK lebih
terkosentrasi di wilayah pusat kabupaten seperti Distrik Aimas, Mayamuk ,
Salawati dan Mariat. Sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong adalah 124
unit SD, 11 Madrasah Ibtidaiyah, 1 SLB, 42 SMP, 9 Madrasah Tsanawiyah, 18 SMA,
7 Madrasah Aliyah, dan 7 SMK. Untuk menunjang fasilitas pendidikan tersebut,
Kabupaten Sorong menyediakan fasilitas PerpuSeru (Perpustakaan Seru) yang
merupakan Program Mitra Kerja PT. Coca Cola Foundation Indonesia dan Perpustakaan
Nasional RI. Program ini bertujuan untuk menjadikan perpustakaan di setiap
daerah menjadi Pusat Belajar dan Berkegiatan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Program PerpuSeru baru hadir di kawasan Indonesia Timur
pada awal tahun 2016, yaitu di provinsi NTT, Maluku, Papua dan Papua Barat.
Sedangkan kabupaten di Papua Barat yang mendapatkan bantuan dan kesempatan
untuk menerima program PerpuSeru adalah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Di
Kabupaten Sorong juga ada 8 fasilitas sosial berupa panti asuhan, yaitu; Darul
Istiqomah, Sinar Kasih, Nurul Yakin, Al Hidayah, Kasih Agape, Muhammadiyah,
Darul Aitam, dan Pelita Kasih yang tersebar di beberapa distrik seperti di
Aimas, Mayamuk dan Salawati. Jumlah anak –anak yang diasuh di panti asuhan
tersebut sebanyak 413 orang.
Kabupaten Kaimana Bangun
Sejumlah Jalan dan Dermaga untuk Tingkatkan Perekonomian
Pemerintah Kabupaten Kaimana
dalam beberapa tahun terakhir terus mengupayakan pembangunan jalan untuk
membuka keterisolasian yang menghambat peningkatan ekonomi masyarakat. Saat ini
ada dua ruas jalan yang tengah digenjot pembangunannya, yaitu ruas jalan
LABobo-Wangatnauw–Jarato dan ruas jalan Avona–Yamor. Kepala Dinas Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Kaimana, Ir. Nicolaas E Kuahaty, mengatakan
bahwa kebijakan 16 pembangunan jalan untuk membuka keterisolasian dimaksudkan
untuk mengurangi tingginya angka kemiskinan di kabupaten Kaimana. Data BPS
menunjukkan bahwa 37% penduduk miskin berada di perkampungan, dan hanya 5%
penduduk miskin yang berdomisili di perkotaan.
Pemkab
Kaimana konsisten melakukan kebijakan untuk membuka daerah-daerah terisolasi
mengingat masih tingginya angka kemiskinan yang salah satunya disebabkan karena
sulitnya untuk dapat mengaskes berbagai fasilitas yang ada. Masyarakat yang
tinggal di perkampungan lebih banyak menghabiskan biaya untuk transportasi.
Dengan terbukanya aksesibiltas berupa pembanggunan ruas jalan di dua titik
sektor pertumbuhan ekonomi, maka saat ini penghasilan masyarakat dari hasil
pertanian dan perkebunan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ke depan, dengan
semakin bertambahnya akses jalan yang dibangun, maka diharapkan dapat
memberikan dampak postif bagi kemajuan perekonomian masyarakat, terutama bagi
yang berdomisili di pegunungan dengan jarak jangkau yang sulit.
Di
bidang transportasi laut, kabupaten Kaimana telah memiliki dermaga Eman, yang
terletak di Kampung Lobo dan telah dioperasikan sejak 2014. Pemkab Kaimana
masih sedang membangun lima dermaga permanen lainnya. Pemkab Kaimana telah
menetapkan sedikitnya ada enam titik yang dijadikan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Di setiap titik pertumbuhan, dibangun dermaga permanen dan
infra struktur dasar lainnya yang dibutuhkan untuk membantu melancarkan
aktivitas masyarakat dalam membawa hasil kebun mereka ke pasar-pasar di kota.
Adapun
wilayah pusat pertumbuhan yang akan dibangun dermaga-dermaga permanen, yaitu di
kampung Bayeda untuk wilayah distrik Teluk Arguni, di kampung Warifi untuk
wilayah distrik Etna dan Yamor, di kampung Tairi untuk wilayah distrik Buruway,
dan di kampung Mandiwa untuk wilayah distrik Arguni Bawah serta di kampung Adi
Jaya untuk wilayah distrik Buruway, yang keseluruhannya ditargetkan akan
rampung pada 2020 mendatang. Pembangunan dermaga ini merupakan bagian dari
serangkaian pembangunan yang dilaksanakan Pemkab Kaimana dalam rangka
mewujudkan Kaimana baru yang sejahtera, adil, aman, bermartabat dan
berkelanjutan.
Kegiatan Prioritas Pendukung Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat
Program
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat pada tahun 2018 didukung oleh 7
(tujuh) kegiatan prioritas, yaitu: (1) peningkatan akses dan kualitas
pendidikan; (2) peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan; (3) perlindungan
sosial dan kemiskinan; (4) penguatan ekonomi lokal berbasis wilayah adat; (5) percepatan pembangunan infrastruktur
dasar; (6) pengembangan konektivitas wilayah; dan (7) penguatan kelembagaan dan
tata kelola.
Program peningkatan akses
dan kualitas pendidikan di provinsi Papua dan Papua Barat antara lain berupa; pembangunan
dan pengoperasian sekolah berpola asrama; pembangunana asrama siswa dan guru;
pembangunan dan pengembangan SMK yang disesuaikan dengan potensi unggulan
wilayah lokal; tersedianya tenaga teknis menengah kejuruan kehutanan di
provinsi Papua Barat; pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan dilaksanakannya
rehabilitasi ruang kelas;
Meningkatkan penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan dalam bentuk penerapan kurikulum pendidikan kontekstual
Papua; tersedianya guru berkualitas dan tambahan kuota guru; terlaksananya
kebijakan afirmasi untuk orang asli Papua (OAP) guna menempuh jenjang pendidikan
menengah dan tinggi. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, yaitu
dalam bentuk peningkatan kualitas layanan kesehatan ibu dan anak; terlaksananya
gerakan masyarakat hidup sehat; pengembangan Malaria Center; penurunan kejadian
malaria, prevalensi HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya; beroperasinya
pelayanan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (telemedicine)
di rumah sakit rujukan nasional/provinsi atau regional dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya; penugasan 24 tim tenaga kesehatan Nusantara Sehat secara
kelompok (team based) serta penugasan tenaga dokter spesialis; dan bantuan
pendidikan dokter spesialis bagi putra/putri OAP.
Perlindungan
sosial dan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk; pelaksanaan
integrasi Kartu Indonesia Sehat dengan Kartu Papua Sehat. Terpenuhinya
kebutuhan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional/JKN;
pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), serta tersedianya bantuan
permodalan untuk UMKM. Penguatan ekonomi lokal berbasis wilayah adat diwujudkan
dalam bentuk; pelaksanaan cetak sawah untuk mendukung produksi dan pengembangan
ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan dan wilayah adat; pembangunan irigasi
di Kabupaten Mappi, rehabilitasi jaringan irigasi tersier; rehabilitasi
jaringan irigasi di Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Merauke; pembangunan
bendungan Baliem; Dikembangkannya produksi tanaman kelapa, cengkeh, pala, dan
sagu dari hulu ke hilir; tersedianya sarana dan peralatan produksi dan pascapanen,
serta peralatan pengolahan hasil tanaman pangan dan perkebunan; dikembangkannya
ternak ruminansia; dibangunnya gudang pangan lokal dan lantai jemur;
dikembangkannya prasarana dan sarana BUMDES bersama; dibangunnya embung
pertanian dan bangunan air lainnya di daerah rawan pangan; ditingkatkannya
keterampilan Prukades; dibangun dan dikembangkannya Sentra Kelautan dan
Perikanan Terpadu (SKPT) di Biak, Timika dan Merauke; dikembangkannya usaha
ekonomi kreatif; dan dilaksanakannya pembangunan pasar antardesa, Berikutnya
adalah percepatan pembangunan infrastruktur dasar, yaitu berupa; tersedianya
bantuan stimulan pembangunan baru rumah layak huni dan sehat; penyediaan Air
Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS); pembangunan sistem penyedia
air minum (SPAM) di kawasan rawan air dan di kawasan nelayan; pembangunan
jaringan di kawasan air terfasilitasi; pembangunan sistem pengolahan air limbah
berbasis masyarakat; pembangunan prasarana penyedia air baku di Kota Jayapura,
Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Merauke; Pembangunan sarana dan prasarana
air bersih di kawasan perdesaan; pembangunan sarana dan prasarana air bersih di
pulau kecil; terpasangnya Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) di wilayah
perdesaan gelap gulita; dibangunnya PLT Minihidro dan PLTS (tenaga surya) di
kawasan perbatasan; tersedianya pengembangan konektivitas wilayah; Dibangunnya
jalan nasional termasuk jalan Trans Papua serta jalan perbatasan; dibangun dan
dikembangkannya bandar udara dan pelabuhan; diselenggarakannya subsidi angkutan
barang tol laut; diselenggarakannya pelayanan angkutan laut dan angkutan udara
perintis; dibangunnya BTS di daerah blankspot terutama di daerah 3T; penyediaan
akses internet di wilayah telekomunikasi; dibangunnya Desa Broadband Terpadu;
dan digelarnya jaringan serat optic yang menghubungkan seluruh ibukota
kabupaten/kota provinsi Papua dan Papua Barat. Sementara penataan kelembagaan
dan tata kelola dilakukan dalam bentuk; diselesaikannya penyusunan Perdasi dan
Perdasus; dilaksanakannya peningkatan kapasitas kelembagaan
provinsi/kabupaten/kota/distrik dalam peningkatan pelayanan dasar publik;
fasilitasi penanganan masalah hukum terkait pemanfaatan tanah adat/ulayat untuk
kepentingan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat; serta
dilaksanakannya program cinta tanah air dan wawasan kebangsaan melalui
pendekatan kontekstual Papua.
Pada Tahun 2018, Kontribusi
Papua pada Perekonomian
Nasional Meningkat Menjadi 1,88%
Sesuai
dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018, maka pengembangan
wilayah ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan
pembangunan daerah pada tahun 2018 akan didorong melalui pertumbuhan peranan
sektor jasa, industri pengolahan dan pertanian. Peningkatan kontribusi dari
sektor-sektor tersebut dilakukan seiring dengan terus dikembangkannya
kawasan-kawasan strategis di wilayah yang menjadi main prime mover (pendorong
pertumbuhan utama), antara lain Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri
(KI), Kawasan Perkotaan (Megapolitan dan Metropolitan), Kawasan Pariwisata
serta Kawasan yang berbasis pertanian dan potensi wilayah seperti Agropolitan
dan Minapolitan. Dari sisi pemerataan pembangunan, kebijakan pembangunan daerah
diarahkan untuk pengurangan kesenjangan antarwilayah terutama untuk pembangunan
Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia, termasuk wilayah perdesaan, daerah
tertinggal dan perbatasan. Kebijakan yang dilakukan adalah dengan mendorong
transformasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur serta mendorong
peningkatan investasi di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan, dan Sumatera namun dengan tetap menjaga momentum pembangunan
Wilayah Jawa. Pengembangan wilayah didasarkan pada 7 (tujuh) wilayah
pengembangan pulau, yaitu; Wilayah Pulau Papua, Wilayah Kepulauan Maluku,
Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara, Wilayah Pulau Sulawesi, Wilayah Pulau
Kalimantan, Wilayah Pulau Jawa-Bali dan Wilayah Pulau Sumatera. Sasaran
pengembangan wilayah tahun 2018 ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan
antarwilayah dengan lebih meningkatkan peran ekonomi wilayah luar Jawa.
Pada
tahun 2018, peran wilayah Papua terhadap perekonomian nasional diharapkan
meningkat dengan fokus pengembangan pada potensi dan keunggulan wilayah Papua.
Sedangkan pengembangan infrastruktur diarahkan pada upaya penurunan kesenjangan
intrawilayah Papua, khususnya wilayah pegunungan. Pada tahun 2018, perekonomian
wilayah Pulau Papua diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya menjadi sebesar
1,88% terhadap perekonomian nasional, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
minimal 6% pada tahun 2018. Wilayah Papua berpotensi besar untuk menjadi
penggerak ekonomi Indonesia bagian Timur melalui kelimpahan sumber daya alam di
berbagai sektor baik perikanan, pertanian/perkebunan, industri agro dan pangan,
pariwisata bahari dan alam, maupun pertambangan. Arah kebijakan pembangunan di
Wilayah Pulau Papua juga ditujukan untuk mendukung upaya untuk mewujudkan pusat
pengembangan wilayah berbasis kampung masyarakat adat yang didukung oleh prasarana
dan sarana yang handal. Pada tahun 2018, sasaran Laju Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah Pulau Papua minimal 6%, sedangkan sasaran tingkat kemiskinan diturunkan
menjadi 26%, dan sasaran tingkat pengangguran terbuka diharapkan maksimal hanya
4%. Rinciannya adalah, sasaran pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 6%, tingkat
kemiskinan maksimum 23%, dan tingkat pengangguran maksimum 8% di provinsi Papua
Barat. Sedangkan di provinsi Papua, tingkat pertumbuhan ekonomi minimal sebesar
6%, tingkat kemiskinan maksimum 27%, dan tingkat pengangguran maksimal 4%.
Pengembangan Infrastruktur di
Papua Barat Diintensifkan di Kabupaten Sorong
Pembangunan infrastruktur di
Papua Barat terbagi dalam dua Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS
31 Sorong-Manokwari dan WPS 32 Manokwari-Bintuni. Pembangunan di wilayah ini
tengah dipacu guna meningkatkan konektivitas di kawasan Papua. Menurut Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, pembangunan
infrastruktur yang dilakukan pemerintah tidak hanya untuk mendorong
perkembangan ekonomi di kawasan perkotaan dan kawasan maju lainnya, tetapi juga
untuk mendorong pembangunan infrastruktur di kawasan yang sedang berkembang dan
di kawasan perbatasan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi dan wilayah. Pada
tahun 2017 ini, Kementerian PUPR telah menganggarkan sedikitnya Rp 2,23 triliun
untuk pembangunan infrastruktur dalam mendukung ketahanan pangan, konektivitas,
permukiman dan perumahan di Provinsi Papua Barat. Beberapa infrastruktur
strategis telah rampung dibangun, sementara yang lainnya masih dalam tahap penyelesaian.
Untuk mendukung ketahanan air dan pangan, Kementerian PUPR sudah menyelesaikan
pembangunan Bendung Wariori di Kabupaten Manokwari pada tahun 2016 lalu. Bendung
ini dilengkapi dengan saluran irigasi primer sepanjang 1 Km yang difungsikan
untuk mengairi sawah seluas 1.400 hektare dari 3.450 hektare sawah potensial
yang ada. Pembangunannya menghabiskan alokasi anggaran sebesar Rp 237,5 miliar
melalui kontrak kerja tahun 2013 hingga 2016. Bendung lainnya di Kabupaten
Manokwari yang sudah diselesaikan pengerjaannya pada tahun adalah Bendung
Oransbari yang mampu mengairi areal persawahan seluas 3.016 hektare. Saat ini,
Bendung Oransbari sudah berfungsi mengairi 700 ha sawah milik 450 petani.
Keberadaan Bendung Oransbari ini adalah untuk mendukung program peningkatan
produksi pangan dan juga untuk meningkatkan penyediaan air baku di wilayah
tersebut. Selain itu, melalui Balai Wilayah Sungai Papua Barat, Kementerian
PUPR juga telah menyelesaikan revitalisasi sungai Klagison di Kota Sorong
dengan total anggaran sebesar Rp19,56 miliar dan pembangunan pengaman Pantai
Tanjung Kasuari dan Supraw sebesar Rp13,22 miliar. Sedangkan untuk mendukung
konektivitas di bidang pembangunan jalan, Kementerian PUPR melalui Balai
Pelaksanaan Jalan Nasional Papua Barat, saat ini tengah menyelesaikan Proyek
Pembangunan Jalan Trans Papua bagian barat. Hingga kini telah dicapai
pembangunan jalan sepanjang 1.058,76 km dari total panjang 1.070,62 km yang
ditargetkan akan dibuka seluruhnya pada tahun ini. Ruas jalan Sorong-Maybrat-Manokwari
(Segmen 1) yang memiliki panjang 594,81Km, kondisinya sudah teraspal sepanjang
459,93 Km dan sisanya sepanjang 134,88 Km masih dalam kondisi perkerasan tanah.
Di ruas jalan ini juga sudah dibangun sebanyak 140 jembatan dari 144 jembatan
yang direncanakan dengan total panjang 4.969,70 meter. Sisanya akan diselesaikan
pembangunannya pada 2018. Ruas jalan Manokwari-Wameh-Wasior-Batas Provinsi
Papua (Segmen 2) memiliki panjang 475,81 Km. Kondisinya sudah teraspal
sepanjang 147,99 Km, sedangkan sisanya sepanjang 315,96 Km masih dalam kondisi
perkerasan tanah. Ruas jalan ini sudah terbuka seluruhnya, namun masih
membutuhkan perbaikan geometri dan penanganan jembatan dibeberapa lokasi. Pada
ruas jalan ini sudah dibangun sebanyak 68 jembatan (2016) dari 195 jembatan
yang direncanakan dengan total panjang 6,422 Km. Sisanya akan diselesaikan pembangunannya
pada tahun 2018. Sementara itu, ruas jalan lingkar Sorong-Pelabuhan Arar,
kondisinya sudah beraspal sepanjang 15,55 Km sedangkan sisanya sepanjang 34,64
Km masih dalam kondisi perkerasan tanah. Untuk mendukung konektivitas ke
Pelabuhan Arar yang merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Kementerian
PUPR juga tengah membangun ruas jalan lingkar Sorong menuju Pelabuhan Arar
sepanjang 50,19 Km. Ruas jalan ini terdiri dari 2 segmen, yaitu ruas jalan dari
Aimas menuju ke Pelabuhan Arar sepanjang 17,6 Km dan ruas jalan dari Aimas
melingkari Kota Sorong ke daerah Soka sepanjang 32,59 Km.
Presiden
Jokowi telah meminta agar pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat
lebih dipercepat, terutama pembangunan di daerah terisolir dan daerah yang
berada di kawasan perbatasan. Percepatan ini diperlukan untuk mendongkrak
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Presiden Jokowi mengatakan,
bahwa Papua dan Papua Barat merupakan provinsi yang memiliki wilayah yang luas
dengan potensi kekayaan alam yang berlimpah, mulai dari sektor pertambangan,
pertanian, kehutanan, hingga kelautan dan perikanan. Potensi besar ini harus
betul-betul dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Menurut
Presiden Jokowi, kunci untuk menggerakkan perekonomian dan pemerataan
pembangunan di Papua dan Papua Barat adalah percepatan pembangunan
infrastruktur. Karena itu pemerintah akan membuka semua wilayah di Papua dan
Papua Barat dari keterisolasian guna menekan biaya logistik, menaikkan daya
saing, dan mempercepat pembangunan. Dalam dua tahun kedepan, pengembangan
infrastruktur di Papua Barat akan diintensifkan ke kabupaten Sorong karena
lahan untuk proyek pelabuhan-pelabuhan yang lainnya yang berada di Arar dan
Seget, belum sepenuhnya dibebaskan. Sedangkan di Sorong, sebanyak lima hektar
lahan sudah direklamasi.
Keterpaduan Infrastruktur di
Pulau Papua
Untuk menjawab Agenda
Nawacita Presiden Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) telah menyusun Rencana Ultimate Pulau Papua Tahun 2025 sebagai bentuk
dukungan Kementerian PUPR dalam mengembangkan Pulau Papua. Terkait hal
tersebut, program Cipta Karya adalah membangun 7 (tujuh) unit Saluran Penyedia
Air Minum (SPAM), 5 (lima) unit Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja dan 2 (dua) unit Saluran Pembuangan Air Limbah. Dalam
hal ini peran dan dukungan Cipta Karya difokuskan untuk peningkatan kualitas
hidup penduduk Pulau Papua. Sedangkan program Sumber Daya Air direncanakan akan
membangun masing-masing satu unit bendungan dan waduk, pembangunan 9 (sembilan)
unit Daerah Irigasi di tiap lokasi dan pembangunan Embung di satu lokasi,
pembangunan waduk Maybrat, bendungan Wariori dan Waduk Tambraw di Provinsi
Papua Barat serta pembangunan waduk Gali Efata di Provinsi Papua. Dalam hal ini
peran dan dukungan Sumber Daya Air difokuskan untuk peningkatan ketahanan pangan
bagi penduduk Pulau Papua Untuk program Bina Marga, hingga tahun 2025 direncanakan
akan membangun sejumlah ruas jalan nasional diantaranya: ruas jalan Lingkar
Raja Ampat sepanjang 10 Km; ruas jalan Teluk Bintuni sepanjang 17 Km; ruas
jalan Sorong – Makbon – Mega – Sausafor – Saukorem – Arfu – Mega; ruas jalan
Yetti – Ubrub – Oksibil sepanjang 238,5 Km; ruas jalan Tiom – Mulia sepanjang
66,6 Km; ruas jalan Depapre – Lonkrang sepanjang 6 Km; ruas jalan Trans Papua
Wamena – Elelim – Jayapura sepanjang 115 Km; dan pembangunan jembatan Holtekam.
Dalam hal ini peran dan dukungan Bina Marga difokuskan untuk peningkatan
konektivitas Pulau Papua. Untuk sektor perumahan akan dibangun rumah khusus di
daerah terpencil sebanyak 1.020 unit dan juga rumah khusus di Kabupaten Boven
Digoel. Dalam hal ini peran dan dukungan Cipta Karya difokuskan untuk
peningkatan lingkungan daerah pinggiran Pulau Papua. Untuk mendukung
pembangunan daerah perbatasan, direncanakan pembangunan rumah khusus perbatasan
di Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten
Boven Digoel, Kabupaten Merauke, dan di pulau-pulau terluar serta rencana
penanganan 11 ruas jalan strategis yaitu ruas jalan: Nabire-Wagete-Enarotali,
Jayapura-Nimbrokang-Sarmi, Serui-Menawi-Saubeba, Timika-Mapurujaya-Pomako,
Jayapura-Wamena-Mulia, Merauke-Tanah Merah-Waropko, Hamadi-Holtekamp-Skouw (perbatasan
dengan Papua Nugini). Ketersediaan infrastruktur Non PUPR di Pulau Papua,
yaitu; pelabuhan Arar dan pelabuhan Sorong; pelabuhan regional Manokwari, Teluk
Bintuni dan Manokwari Selatan; dua pelabuhan pengumpul di Teluk Wondama;
pelabuhan pengumpul Kaimana; pelabuhan pengumpul Teluk Bintuni; pelabuhan
pengumpul regional Nabire; pelabuhan pengumpul Pomako; pelabuhan pengumpul
Kabupaten Sarmi; pelabuhan utama internasional Jayapura; pelabuhan utama
internasional Merauke; pelabuhan pengumpul, pelabuhan regional, pelabuhan
nasional di Kabupaten Biak Numfor.
Berikutnya
adalah infrastruktur berupa bandara pengumpul skala tersier kota Sorong
(bandara Domine Edward Osok); bandara pengumpul skala tersier Rendani,
Manokwari; bandara pengumpan Manokwari Selatan dan Teluk Bintuni; bandara di
Teluk Wondama; bandara pengumpan Kaimana; bandara pengumpan Fak-fak dan Teluk
Bintuni; bandara pengumpul skala tersier Nabire; bandara pengumpan di Kabupaten
Nabire, 2 bandara di Deiyai, 1 bandara di Dogiyai, dan 2 bandara di Paniai. Bandara
pengumpul skala tersier di Kabupaten Mimika; bandara pengumpan di Kabupaten
Puncak; 2 bandara di Kabupaten Puncak Jaya; 2 bandara di Kabupaten Tolikara;
bandara Kabupaten Lanny Jaya; bandara Kabupaten Mamberamo Tengah; bandara
pengumpul skala tersier di Kabupaten Jayawijaya; bandara pengumpul skala
sekunder Jayapura; 3 bandara pengumpan di Kabupaten Pegunungan Bintang; 2
bandara pengumpan di Merauke; bandara pengumpan skala sekunder di Merauke; dan
bandara Frans Kaisepo di Kabupaten Biak Numfor.
Selanjutnya
adalah Terminal Tipe B Kota Sorong, Terminal Tipe C masing-masing di Kabupaten
Sorong, Maybrat, Tambraw, Manokwari, dan Manokwari Selatan, serta Teluk
Bintuni; Terminal Penyebrangan Kabupaten Kaimana; Terminal penyebrangan dan
Terminal Tipe B Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Fak-Fak, Terminal Tipe C
Kabupaten Jayawijaya; Terminal Penyebrangan dan 3 terminal Tipe C di Kabupaten
Sarmi, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura; Teminal Tipe C di Merauke, dan
Terminal Tipe B Kabupaten Biak Numfor.
Kawasan
Food Estate Merauke Menjadi Sentra Produksi Pangan Nasional
Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) telah menyusun
percepatan pengembangan Kawasan Merauke Trans Papua (MIFEE) sebagai kawasan
yang mengutamakan ketahanan pangan, yaitu Pengembangan Kawasan Food Estate
Merauke yang diharapkan dapat memberikan arahan bagi pembangunan dan perwujudan
struktur ruang di kawasan yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta
potensi ekonomi kawasan tersebut. Selain itu hal ini dimaksudkan sebagai salah
satu upaya mendukung percepatan pengembangan kawasan secara terpadu antara
infrastruktur PUPR, sektor lain, dan program pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan daya saing kawasan.
Sektor
pertanian adalah yang paling dominan dalam laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Merauke, namun penggunaan lahan di Kabupaten Merauke masih didominasi oleh
semak belukar rawa seluas 1.296.643 Ha, hutan lahan kering sekunder seluas
702.759 Ha, dan hutan lahan kering primer seluas 597.768 Ha. Sementara lahan
terbangun berupa permukiman hanya seluas 3.929 Ha. Ini merupakan potensi yang
besar untuk pengembangan pertanian maupun pengembangan infrastruktur dalam
mendukung sektor pertanian dan industri pengolahannya di Kabupaten Merauke. Kabupaten
Merauke memiliki daya dukung lingkungan yang cukup tinggi untuk kawasan
budidaya yaitu sebesar 45% dengan luas 2.093.316,44 Ha, kawasan lindung sebesar
55% dengan luas 2.558.027,40 Ha. Dengan daya dukung lingkungan kawasan budidaya
yang tinggi maka kabupaten Merauke berpotensi sebagai kawasan sentra produksi
pangan nasional.
Disamping
itu, Kabupaten Merauke juga memiliki potensi sumber air baku berupa air
permukaan yang terdiri dari Daerah Aliran Sungai Kumbe, Maro, Bian, Digul, dan
Buraka yang tergolong sungai tadah hujan dataran rendah (lowland rainfed
rivers) dan bermuara ke laut Arafura. Selain itu terdapat pula
cekungan-cekungan rawa yang cukup luas seperti rawa Biru yang terletak di
sebelah timur kota Merauke dan selalu berair sepanjang tahun. Daerah irigasi
Kabupaten Merauke merupakan bagian dari daerah irigasi Provinsi Papua yang
pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain adanya potensi pengembangan daerah
irigasi, Kabupaten Merauke juga memiliki potensi rawa yang dapat dikembangkan
untuk dapat dimanfaatkan khususnya bagi pengembangan pertanian tanaman pangan.
Potensi pengembangan rawa pasang surut di Distrik Okaba seluas 736.621 Ha dan
baru dimanfaatkan sebesar 296 Ha. Beberapa distrik lain seperti Kurik, Tanah
Miring, dan Semangga juga memiliki potensi pengembangan rawa pasang surut yang
merupakan bagian dari kawasan food estate Merauke. Sementara potensi
pengembangan rawa lebak yang berada di Kimaan, Salor, Jagebob, Muing, dan
Semayam baru hanya rawa lebak di Kimaan yang dikembangkan untuk tanaman pangan
seluas 443 Ha. Dukungan lainnya adalah berupa jaringan jalan di Kabupaten
Merauke yang terdiri atas jaringan jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten.
Diantaranya adalah Trans Papua yang menghubungkan Merauke Kota hingga ke
perbatasan Kabupaten Merauke dengan Kabupaten Boven Digoel. Selanjutnya ada
jaringan jalan provinsi yang menghubungkan antar distrik di Kabupaten Merauke.
Kemudian ada jaringan jalan lokal yang menghubungkan antar kelurahan/kampung di
dalam distrik.
Di
Kabupaten Merauke juga terdapat banyak dermaga sungai yang dapat dimanfaatkan
dan dikembangkan diantaranya dermaga Kumbe I di distrik Malind, Kumbe II di
distrik Semangga, Bian I di distrik Malind, Bian II di distrik Okaba dan Sungai
Buraka di distrik Tubang. Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke dikembangan
dalam tiga tahap. Tahap I meliputi 10 distrik, tahap II meliputi 2 distrik dan
tahap III meliputi 3 distrik. Tahap I didasarkan atas keberadaan Kawasan
Ekonomi Khusus di Salor dan pelabuhan Kumbe. Tahap II ditentukan karena
pertimbangan pembangunan Pelabuhan Wanam sebagai titik kegiatan distribusi
hasil produksi pangan. Tahap III ditentukan dengan pertimbangan adanya dua pelabuhan
di area lahan, yaitu Pelabuhan Kimaam di sebelah barat dan Pelabuhan Bian di
sebelah timur yang dilalui oleh alur pelayaran kabupaten dan mendukung
berlangsungnya kegiatan distribusi hasil produksi pangan di Kabupaten Merauke. Pada
tahun 2025 jumlah penduduk Kabupaten Merauke diproyeksikan mencapai 278.217
jiwa dan tidak mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan pada
masing-masing distrik sehingga tidak berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan
terhadap infrastruktur wilayah. Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke
berusaha memenuhi kebutuhan infrastruktur pertanian dan juga kebutuhan
infrastruktur permukiman penduduk sebagai satu sistem yang dapat mendukung
Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke. Kawasan Food Estate menjadikan padi
sebagai komoditas unggulan. Tanaman pertanian pendukung terdiri dari tanaman
holtikultura dan perkebunan berupa jagung, kedele, ubi kayu, ubi jalar dan
kacang tanah, tebu, sawit, karet dan sagu, mangga, rambutan dan durian. Kawasan
Food Estate adalah Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional yang berkelanjutan
dengan dukungan infrastruktur yang terpadu. Mengembangkan kawasan perkotaan
dengan konsep agropolitan, dan mengembangkan kawasan perdesaan sebagai pusat
produksi pangan. Selain itu, Food Estate juga mengembangkan kawasan permukiman
perdesaan yang layak dan sehat melalui dukungan infrastruktur yang terpadu,
meningkatkan konektivitas dan jaringan transportasi antar kawasan perdesaan,
mengembangkan kawasan perdesaan sebagai sentra produksi komoditas unggulan guna
mendukung kawasan perkotaan, dan mengembangkan agroindustry yang ramah
lingkungan.
Ketua Komite Khusus
Dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez Mengungkap Kebohongan Benny Wenda
Kelompok
separatis Benny Wenda kembali menyebarkan hoax dan kebohongan kepada publik
melalui sebuah berita yang mengatakan bahwa Benny Wenda telah menyampai-kan
petisi yang meminta dilakukannya referendum untuk Papua kepada Komite
Dekolonisasi PBB sebagaimana dipublikasikan oleh koran Guardian dengan judul
berita “Banned West Papua in-dependence petition handed to UN”. Pada tanggal 27
September 2017, koran Guardian dalam artikelnya menyebutkan bahwa Benny Wenda
telah menyampaikan petisi yang meminta dilakukannya referendum untuk Papua kepada
Komite Dekolonisasi PBB. Menanggapi pemberitaan tersebut, Ketua Komite Khusus
Dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez, telah menyampaikan klarifikasi pada tanggal
28 September 2017 pagi di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat. Dalam
klarifikasinya, Rafael Ramirez menyatakan bahwa dirinya maupun Sekretariat
Komite Khusus Dekolonisasi PBB, tidak pernah menerima, baik secara formal
maupun informal, petisi atau siapapun mengenai Papua seperti yang diberitakan
dalam koran Guardian. Menurut Rafael RamÃrez, itu hanyalah kegiatan atau upaya
individu maupun pihak-pihak tertentu yang berupaya melakukan manipulasi dan
propaganda. Tahun lalu, Benny Wenda juga telah melakukan hal yang sama, yaitu
kebohongan kepada publik. Ia menyebutkan bahwa dirinya telah menyerahkan
dokumen mengenai Papua kepada 22 Sekjen PBB, namun setelah di konfirmasi ke
kantor Sekjen PBB ternyata hal itu tidak pernah terjadi. Ia hanya berupaya
membentuk opini dan stigma, baik kepada masyarakat internasional maupun kepada
masyarakat Papua, bahwa Papua berada dibawah kekuasaan penjajahan Indonesia dan
berupaya untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua melalui sebuah referendum. Bangsa
Indonesia menjajah rakyat Papua adalah sebuah logika yang tidak masuk akal.
Faktanya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang gigih memperjuangkan kemerdekaan
dan perdamaian sebagai hak segala bangsa. Indonesia gigih memperjuangkan hak
bangsa Palestina untuk merdeka dan menghentikan okupasi Israel terhadap
Palestina. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan kontributor terbesar dalam
Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Pemerintah Indonesia juga gigih melakukan
pembangunan di Papua dan memberikan keleluasaan penuh kepada masyarakat Papua
untuk mengelola wilayahnya melalui Otonomi Khusus. Jadi apa yang dilakukan oleh
Benny Wenda adalah tidak lebih dari upaya segelintir orang yang ingin
memaksakan kepentingannya sendiri namun dengan dalih untuk kepentingan
masyarakat Papua.
Papua Berpotensi Menjadi Penghasil
Tebu Terbesar
alah satu tema dalam pembangunan
wilayah Papua adalah ‘Percepatan
pengembangan industri berbasis
komoditas Slokal yang bernilai tambah di sektor/subsektor pertanian, perkebunan,
peternakan dan kehutanan’. Terkait hal tersebut, Papua melakukan pengembangan
MI-FEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate) dengan alokasi lahan
seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Pro-duksi Pertanian
(KSPP). Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang telah dikembangkan yaitu:
Greater Merauke, Kali 2-3 Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke.
Untuk jangka menengah (kurun waktu
2015 – 2019)
pengembangan tersebut diarahkan pada
terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura,
peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab,
Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 – 2030)
pengembanganya diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman
pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan. Potensi
unggulan pertanian tanaman pangan di wilayah Papua meliputi komoditi
padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri dari komoditi jagung,
ubi kayu, ubi jalar, buah merah, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau.
Sedangkan hortikultura terdiri dari komoditi sayur-sayuran serta buah-buahan.
Berdasarkan data BPS tahun
2013, produksi tanaman pangan di wilayah Papua terdiri dari produksi jagung
sebesar 9.107 Ton dari luas panen 4.255 Ha, produksi padi mencapai 199.362 Ton
dari luas panen 58.634 Ha, produksi kedelai mencapai 5.219 Ton dari luas panen
sebesar 4.367 Ha, produksi kacang tanah mencapai 2.693 Ton dari luas panen
sebesar 2.551 Ha, produksi sagu sebesar 7.319 Ton dari luas panen 7.608 Ha, dan
produksi ubi jalar mencapai 455.742 Ton dari luas panen sebesar 34.100 Ha
(2012), serta ubi kayu yang memiliki produksi mencapai 51.120 Ton dari luas
panen 4.253 Ha.Tanaman perkebunan di wilayah Papua yang memiliki produksi dan
luas areal terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi. Penyebaran
terbesar produksi kelapa sawit, kelapa dan kopi terdapat di Provinsi Papua. Perkembangan
perkebunan kelapa sawit cukup tinggi karena ekspansi perkebunan sawit banyak
dikembangkan di wilayah Papua. Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet
di wilayah Papua secara keseluruhan juga cukup besar. Produksi karet di wilayah
Papua mengalami peningkatan selama periode 2009- 2013. Pada tahun 2013,
produksi karet di wilayah Papua mencapai 2.308 Ton dengan dominasi produksi
dari Provinsi Papua sebesar 2.281 Ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi
untuk menjadi penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi
tebu terluas di luar Jawa yaitu sebesar 500.000 Ha atau 47% dari total lahan
tebu di luar Pulau Jawa.Di bidang peternakan, jumlah populasi ternak terbesar
di wilayah Papua adalah babi, sapi potong, dan kambing.Populasi ternak babi
terbesar berada di Provinsi Papua yaitu 577.407 ekor di tahun 2012. Secara
umum, sebagian besar jumlah populasi ternak terdapat di Provinsi Papua
dibandingkan di Provinsi Papua Barat. Potensi
perikanan dan kelautan di wilayah Papua sangat melimpah ka-
rena memiliki territorial perairan yang luas dan sekaligus juga memiliki
potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor
perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua.
Oleh karena itu sektor ini mempunyai peluang yang sangat luas untuk terus
dipacu perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari
perikanan tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat juga
potensi perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah
(mina padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut terbesar terdapat di
Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk perikanan budidaya kolam terbesar berada
di Provinsi Papua. Selain pengembangan sektor primer, wilayah Papua juga memiliki
beberapa potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di sektor
sekunder, wilayah Papua memiliki potensi untuk mendirikan industri pengolahan
sektor unggulan (industry hilir) terutama industri buah merah, kakao dan
kelapa, industry pengolahan turunan hasil pertanian dan perikanan serta
industry pertambangan, minyak dan gas. Sedangkan di sektor tersier, sektor
pariwisata memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan terutama wisata alam,
bahari dan budaya yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun wisatawan
lokal, diantaranya adalah objek wisata RajaAmpat di Provinsi Papua Barat.
Kelompok OPM Kembali ke Pangkuan NKRI
Satu
demi satu, kelompok OPM yang berbasis di hutan-hutan di Papua pada akhirnya
menyerahkan diri dan menyatakan untuk kembali ke pangkuan NKRI. Pada tahun ini
sedikitnya ada empat kelompok OPM yang menyatakan diri kembali bergabung dengan
NKRI. Mereka telah melihat sendiri bagaimana pembangunan di Papua semakin maju,
sementara di sisi lain mereka malah semakin menderita. Hal inilah yang kemudian
mendorong kesadaran mereka untuk kembali kepada NKRI. Menjelang peringatan HUT
Kemerdekaan RI ke 72 lalu, Panglima Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi
Papua Merdeka (TPN-OPM) Yapen Timur Kris Nussy alias Corinus Sireri bersama 77
orang anak buahnya dan 300 orang simpatisan OPM menyerahkan diri dan diterima
oleh Kapendam XVII/Cendrawasih Letkol Inf Muhammad Aidi. Pemerintah dan TNI
telah melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya
melalui kegiatan teritorial, pertanian, persawahan, pembangunan jalan,
pengobatan dan lain sebagainya, sementara anggota TPN-OPM yang merasa berjuang
untuk kemerdekaannya justru tidak mendapatkan apa-apa. Di sisi lain, mereka
juga tidak bisa membuktikan mengenai penjajahan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia terhadap mereka juga tidak bisa membuktikan mengenai penjajahan yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap Papua seperti yang disuarakan
mereka selama ini. Sebaliknya, pemerintah Indonesia justru memberikan
keistimewaan kepada setiap warga Papua untuk bisa mengembangkan daerahnya. Pemerintahadi
Papua, mulai dari jabatan Kepala Kampung hingga Gubernur seluruhnya dijabat
oleh putra daerah Papua. Papua seperti yang disuarakan mereka selama ini.
Sebaliknya, pemerintah Indonesia justru memberikan keistimewaan kepada setiap
warga Papua untuk bisa mengembangkan daerahnya. Pemerintahan di Papua, mulai
dari jabatan Kepala Kampung hingga Gubernur seluruhnya dijabat oleh putra
daerah Papua.
sebelumnya
(1/7/2017) sebanyak 15 orang dari kelompok TPN-OPM Goliat Tabuni yang bermarkas
di Tingginambut, Puncak Jaya beserta penasihat spritual mereka Wanis Tabuni,
yang dikenal militan menyatakan diri bergabung dalam NKRI. Selain itu sekitar
200-an warga Tingginambut yang selama ini mendukung OPM juga turut menyatakan diri
bergabung kembali dengan NKRI dan mendukung Pancasila sebagai ideologi negara. Kemudian
juga ada anggota OPM pimpinan Fernando Warobay, yaitu Yusuf Aninam beserta
kelompoknya yang berbasis di kampung Sasawa, menyerahkan diri dan menyatakan kembali
ke NKRI pada 5 Mei 2017. Sebelumnya lagi sebanyak 154 anggota OPM dari kelompok
Sinak-Yambi juga telah berikrar kembali ke NKRI secara resmi pada 20 Maret
2017. Kelompok ini sebagian besar berasal dari Kampung Toemarib, Weni dan
Kampung Rumagi Distrik Mageabume, Kabupaten Puncak yang merupakan daerah
perbatasan dengan Distrik Yambi Kabupaten Puncak Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar