Senin, 15 Januari 2018


Sejak menjadi orang nomor satu di Nusantara ini, Presiden Joko Widodo terus berupaya membangun wilayah Papua dan Papua Barat. Baginya kedua provinsi ini sangatlah istimewa “Papua dan Papua Barat punya keunggulan berupa kekayaan alam yang melimpah. Pertambangan, pertanian, kehutanan, kelautan, pertanian. Lengkap,” tulis Presiden Jokowi dalam akun facebooknya (21/7/2017).
Namun sayangnya, kekayaan alam Papua yang melimpah itu bagaikan mutiara yang terpendam. Ada banyak tantangan di Papua dan Papua Barat seperti kesenjangan ekonomi hingga ketimpangan pembangunan. Isu utama di Papua dan Papua Barat adalah keterisolasian, yang menyebabkan dua provinsi ini sulit berkembang. Karena alasan itulah, maka Presiden Jokowi terus berupaya menggenjot pembangunan infrastruktur, terutama transportasi, untuk mewujudkan konektivitas di Papua dan Papua Barat.
Presiden Jokowi menulis bahwa pembangunan infrastruktur untuk memperlancar konektivitas antar wilayah, antar kabupaten, dan antar daerah adalah kunci untuk menggerakkan perekonomian dan pemerataan pembangunan di Papua dan Papua Barat. Di akun Facebook“-nya,Presiden Jokowi juga memamerkan foto-foto bandara di Papua dan Papua Barat yang telah berdiri.
Megah dan cantik karena terus dikebut pengerjaannya. Di Papua ada Bandara Nop Goliat Dekai, Bandara Wamena, Bandara Mopah dan Bandara Domine Eduard Osok. Sedangkan di Papua Barat ada Bandara Utarom Kaiman, keberadaan bandara di Papua dan Papua Barat ini amatlah strategis, dan Presiden Jokowi berharap bahwa hal ini dapat mengatasi keterisolasian dan selanjutnya mampu menekan harga barang, khususnya sembako sehingga warga Papua dan Papua Barat bisa meningkat kesejahteraannya.
Kepada seluruh menteri di jajaran Kabinet Kerja-nya, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar pelaksanaan proyek strategis nasional dan program prioritas di Papua dan Papua Barat dapat dipercepat demi terwujudnya konektivitas. “Konektivitas sangat diperlukan bagi dua provinsi ini, bukan sekadar untuk membuka daerah-daerah terisolir tapi juga untuk menekan biaya logistik, dan meningkatkan daya saing produk-produk lokal. Dengan begitu, rakyat Papua dan Papua Barat dapat segera merasakan manfaat nyata dari pembangunan tersebut,” tulis Presiden Jokowi.
Khusus di Papua Barat, Presiden Jokowi meminta untuk dilakukan percepatan pembangunan pelabuhan di Sorong, Bintuni, dan Kaimana serta pengembangan dermaga penyeberangan di Wasior dan Folley serta pengembangan beberapa bandara.


Provinsi Papua dan provinsi Papua Barat merupakan dua provinsi yang ada di pulau Papua dan terletak di wilayah paling timur negara Republik Indonesia dan merupakan provinsi terluas di Indonesia dengan luas 421.981 Km2. Pulau Papua belum banyak dirambah aktivitas manusia dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang menjanjikan peluang untuk berinvestasi baik lokal maupun asing. Penggunaan lahan di Papua sebagian besar masih berupa hutan dan sangat cocok untuk lahan pertanian. Namun demikian Papua juga memiliki potensi alam berupa laut yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan memiliki bentang alam yang sangat indah. Dari sisi geologi Pulau Papua juga menyimpan gas alam, minyak dan aneka bahan tambang lainnya yang melimpah.
Namun potensi luar biasa yang dimiliki oleh Pulau Papua ini belum ditunjang oleh infrastruktur yang memadai. Hal ini dikarenakan ketimpangan wilayah antara Wilayah Barat dan Wilayah Timur Indonesia masih tinggi, dan Papua sebagai salah satu Pulau di Wilayah Indonesia Timur kerap menjadi sorotan dalam hal ketertinggalan pembangunan infrastruktur masih banyak kawasan-kawasan di Papua yang tergolong terisolir karena tidak adanya akses infrastruktur transportasi yang menghubungkannya dengan beberapa ibukota kabupaten lainnya. Rendahnya ketersediaan infrastruktur dasar menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah di pulau ini juga rendah. Dengan demikian maka pembenahan infrastruktur di Papua merupakan hal yang krusial untuk mengatasi ketimpangan dan keterisoliran.
Dengan adanya peningkatan akses jalan dan bandara diyakini akan semakin mempercepat pembangunan dan mengejar ketertinggalan Papua. Untuk itu, dalam rangka mendukung peran penting Pulau Papua dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang dinilai mampu menjadi salah satu kontributor perekonomian Indonesia di masa depan, pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan penyediaan infrastruktur, termasuk pengembangan infrastruktur di bidang pekerjaan umum dan perumahan. Penyediaan infrastruktur ini akan memberikan peluang terciptanya pemerataan kesejahteraan dan pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat lokal. Percepatan pembangunan di Pulau Papua perlu segera dilakukan dan didukung dengan penyusunan rencana infrastruktur yang terintegrasi, khususnya infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan sehingga terciptanya pengembangan infrastruktur Pulau Papua yang sinergis, aman, nyaman dan berkelanjutan untuk investasi ekonomi.
Didasari oleh PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN dan Perda No.23 Tahun 2013 tentang RTRW telah ditetapkan bahwa Pulau Papua memiliki 12 kawasan strategis. Empat lokasi kawasan strategis merupakan kawasan andalan di Provinsi Papua Barat dan 8 (delapan) lokasi kawasan strategis lainnya merupakan kawasan andalan di Provinsi Papua.
Sementara itu, Permen PU No.13.1 Tahun 2015 tentang Renstra PUPR menetapkan 4 (empat) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS Sorong-Manokwari, WPS Manokwari-Bintuni, WPS Aksesibilitas baru Nabire-Enarotali-Wamena, serta WPS Perbatasan dan Hinterland Jayapura-Merauke.




Membangun Indonesia dari Pinggiran


                                   
Besarnya anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa tahun 2017 untuk provinsi Papua menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan desentralisasi dan keberpihakan pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran sesuai semangat Nawa Cita. Oleh sebab itu pemerintah daerah harus menggunakan anggaran tersebut dengan patut dan tepat. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan kapasitas perangkatnya agar dapat bekerja secara professional, baik dalam mengelola keuangan daerah maupun dalam pelayanan kepada masyarakat.
Seluruh Satker telah mempercepat penyerapan anggaran dengan memulai pra lelang proyek-proyek tahun 2017 di akhir tahun 2016, sehingga awal tahun 2017 semua kegiatan sudah berjalan efektif. Kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang tertunda karena penghematan di tahun 2016 dilanjutkan di tahun 2017 dengan pagu yang ada dengan meningkatkan langkah monitoring dan evaluasi pelaksanaan belanja melalui sinergi dan koordinasi yang intensif antar jajaran pemerintah dan diperkuat dengan sistem berbasis teknologi informasi.

Kejar Target Rasio Elektrifikasi 90 Persen di Papua
Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua, Lenis Kogoya   cukup banyak pembangkit listrik di banyak lokasi di Papua dan pada 31 Oktober 2017 lalu menyampaikan bahwa pemban-Papua Barat seperti di Sorong, Fak-fak, Timika, Manokwari, gunan infrastruktur yang menghubungkan jalur tiap daerah Bintuni, Biak, Serui, dan Merauke untuk mencapai target rasio terpencil di Papua sudah hampir selesai, baik jalur darat, udara elektrifikasi 90 persen pada 2019 maupun laut.
Kampung-kampung yang berada di daerah-daerah yang terpencil antarkabupaten sudah bisa ditembus. Selain itu juga sudah ada pelabuhan di Nabire, Sorong, Manokwari dan Jayapura. Lenis berharap agar para Menteri terkait bisa turun ke lapangan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Papua, terutama tol laut dan pelabuhan-pelabuhan yang belum rampung.
Untuk lebih memudahkan akses masyarakat setempat, beberapa pintu masuk akan dibuka di Nabire. Sementara itu di Sorong dilakukan pelebaran jalan pelabuhan, sedangkan di Manokwari, dilakukan perluasan tempat penampungan.
PLN juga telah membangun dua pembangkit listrik mesin gas (PLTMG) di Kampung Holtekamp, Jayapura sebesar 50 megawatt (Mw) dan di Nabire sebesar 20 Mw. Pembangunan ini merupakan tahap awal dari program 35.000 Mw listrik di tanah Papua. Selanjutnya PLN juga akan membangun.


Empat Kementerian Komitmen Bangun  Papua
Papua kini menjadi salah satu fokus proyek strategis nasional. Dengan adanya pembangunan Papua diharap-kan pembangunan tidak terpusat di Indonesia tetapi juga menjangkau wilayah Indonesia bagian Timur. Setiap kementerian menempatkan proyek-proyek strategis nasional di Papua, serta berkomitmen untuk mengawal pembangunan ini.
Sedikitnya empat Kementerian berkomitmen membangun Papua melalui beragam program. Keempat Kementerian tersebut meliputi Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Masing-masing menteri memaparkan target perkembangan Bumi Cendrawasih. Mereka juga menjelaskan perkembangan setiap program Kementeriannya. Sinergisitas para Menteri tersebut tercermin dalam Diskusi Media dengan tema “Visi Indonesia Sentris Pemerataan di Papua”. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan, rencananya dengan kalangan media massa ini akan terjadwal secara berkala sebagai bagian dari pelaksanaan program Government Public Relations (GPR). Dengan kata lain, Kehumasan Pemerintah yang menjadi amanah bagi semua kementerian Kabinet Kerja untuk memaparkan kinerjianya kepada publik. “Sinergi antara kementerian benar didahulukuan, kita tidak melihat proyek masing-masing Kementerian. Egosentris sedikit demi sedikit mulai hilang, kerjanya lebih bersama agar lebih efisien,”tandasnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang mengatakan bahwa mereka siap untuk membangun Papua. Tak tanggung-tanggung, Kementerian Perhubungan mengalokasikan 10% anggaran tahunannya untuk pengembangan infrastruktur Papua. “Jumlah investasi kita kurang lebih pada tahun ini ada Rp 4 triliun, artinya 10% dari anggaran dari Kementerian Perhubungan ada di Papua. Padahal kita tahu ada 34 provinsi. Artinya, kita berikan perhatian lebih kepada Papua,” ujarnya.

ESDM Targetkan Penerangan
Menteri ESDM Ignasius Jonan menargetkan program pen-erangan atau lampunisasi. Yaitu: dengan menggunakan lampu tenaga surya di desa-desa Papua dan Papua Barat yang masih gelap gulita selesai pada 2017-2018. “Ini yang ditargetkan Pemerintah, paling kurang tahun 2017 dan tahun 2018 sudah ada lampu. Yang penting lampunya dulu, setelah itu jaringan listriknya di bangun,” ujarnya.
Jonan mengungkapkan akan membagikan perangkat lampu kepada masyarakat Papua yang masih mengalami kegelapan. Ia mengungkapkan, lampu itu seharga 3,5 juta rupiah /unit yang terdiri dari perangkat panel surya, empat lampu, dan satu unit pengisi baterai ponsel. “Dalam keadaan normal, satu lampu bisa menerangi 8 jam sehari dan dapat dipindah dan dibawa kemana saja sehingga dapat berfungsi juga sebagai lampu senter di kegelapan,” jelasnya. Menurutnya dari 2.500 desa yang belum teraliri listrik atau masih gelap gulita, sebagian besar berasal dari Papua dan Papua Barat. Terdapat sekitar 136.000-140.000 kepala keluarga di kedua provinsi ujung Timur Indonesia tersebut dari sekitar 260 ribu lebih kepala keluarga yang belum diterangi di seluruh Indonesia. Ia menambahkan, nantinya setiap KK di daerah yang masih belum mendapatkan penerangan listrik mendapatkan sebuah panel surya dengan empat buah lampu dengan sebuah cas batere untuk telpon seluler. “Lampu itu dapat diatur dalam tiga kategori penerangan. Untuk lampu terang, lampu hidup dapat bertahan enam jam, penerangan sedang lampu akan bertahan 12 jam dan lampu redup untuk tidur dapat bertahan hingga 60 jam,”tandasnya. Di Provinsi Papua pemerintah akan menghasilkan 365 megawatt (mw) sampai 2019 dan sembilan unit energi terbarukan.


Empat Bidang Prioritas Pembangunan Papua

Percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan amanat Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua. Pelaksanaan UU Otonomi Khusus Papua tersebut didasari semangat mewujudkan kesetaraan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan provinsi lainnya. Percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat juga menjadi bagian dari pemihakan (afirmasi) untuk menghargai, menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar sosial, ekonomi, dan budaya, serta hak-hak sipil dan politik masyarakat Papua dan Papua Barat agar dapat menikmati kehidupan yang lebih maju, sejahtera, dan bermartabat. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan oleh Pemerintah, antara lain melalui penetapan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat; Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (P4B).
Namun, berbagai hambatan yang muncul menyebabkan pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut kurang optimal dan efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan Provinsi Papua dan Papua Barat.
Percepatan pembangunan kesejahteraan Papua dan Papua Barat sampai dengan tahun 2019 mendatang akan difokuskan pada peningkatan kesejahteraan dengan melaksanakan empat bidang prioritas, yaitu:
(1) pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan
(2) pengembangan ekonomi lokal, perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan
(3) infrastruktur dasar dan konektivitas; serta
(4) kelembagaan dan tatakelola. Pelaksanaan percepatan

pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilaksanakan dengan strategi berupa: pembangunan berbasis wilayah adat dan difokuskan untuk Orang Asli Papua (OAP); percepatan pembangunan kampung terutama di daerah pegunungan tengah, daerah terpencil dan tertinggal yang sulit dijangkau.
Pelaksanaan dialog secara intensif dengan semua komponen masyarakat dan pemerintahan daerah; pendampingan terhadap aparatur pemerintah daerah dan masyarakat; pemberdayaan dan pelibatan aktif masyarakat lokal dalam pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik; pemberdayaan OAP dan pengusaha lokal yang berdomisili di wilayah Papua, dan peningkatan kerja sama kemitraan dengan swasta, serta kelompok masyarakat lainnya yang memiliki perhatian untuk Papua.
Fokus Pembangunan
Papua dan Papua Barat tahun 2018


Percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat adalah dengan mengutamakan perluasan akses dan peningkatan kualitas pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, pengembangan ekonomi lokal berbasis wilayah adat, penurunan angka kemiskinan dan perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur dasar, pengembangan konektivitas wilayah, serta pengembangan kelembagaan dan tata kelola.
Adapun arah kebijakan dan sasaran umum pembangunan wilayah ditujukan untuk: peningkatan kesejahteraan masyarakat; pengurangan kesenjangan antar wilayah; pengurangan risiko bencana; dan peningkatan keserasian pemanfaatan ruang dan pertanahan. Dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 disebutkan bahwa sasaran pembangunan wilayah difokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, yaitu sebesar 6,4 – 6,6% pada 2017, 6,7 – 6,9% pada 2018), dan 6,9 – 7,1% pada 2019. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di daerah tertinggal akan diperkecil dari 16,0 – 16,5% pada 2017, menjadi 15,5 – 16,0% pada 2018, dan 15,0 – 15,5% pada 2019. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal akan terus ditingkatkan dari 61,34 pada 2017, menjadi 62,06 pada 2018, dan 62,78 pada 2019.
Pemerintah juga melakukan pengembangan Pusat Ekonomi Kawasan Perbatasan di 10 PKSN hingga tahun 2019, melakukan pembangunan kecamatan lokasi prioritas (lokpri) masing-masing 150 lokpri pada 2017, 187 lokpri pada 2018, dan 187 lokpri pada 2019. Selain itu juga dilakukan pembangunan infrastruktur pendukung PLBN, masing-masing sebanyak 7 (tujuh) PLBN setiap tahunnya hingga tahun 2019 serta upaya peningkatan keamanan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan masing-masing di 12 PPKT setiap tahunnya hingga tahun 2019. Sasaran pembangunan perdesaan adalah dengan meningkatkan desa tertinggal menjadi desa berkembang, yaitu :  sebanyak 3.000 desa pada 2017, 4.500 desa pada 2018, dan 5.000 desa pada 2019. Selanjutnya adalah meningkatkan desa berkembang menjadi desa mandiri, yaitu sebanyak 1.200 desa pada 2017, 1.800 desa pada 2018, dan 2.000 desa pada 2019.
Berikutnya adalah melakukan peningkatan konektivitas Desa-Kota melalui pembangunan ekonomi hulu-hilir dan pengelolaan kawasan perdesaan untuk mempercepat kemandirian desa di 28 Kawasan pada 2017, 39 Kawasan pada 2018, dan 39 Kawasan pada 2019. Pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi untuk percepatan desa tertinggal menjadi desa berkembang di 86 Kawasan/ 43 SP/ 12 KPB pada 2017, 130 Kawasan/ 65 SP/ 18 KPB pada 2018, dan 144 Kawasan/ 72 SP/ 20 KPB pada 2019. Sasaran penurunan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Nasional dari rata-rata 142,2 pada 2017, akan diturunkan menjadi 137,5 pada 2018, dan 132,8 pada 2019. Sementara sasaran prioritas nasional rata-rata IRBI di 136 Kabupaten/Kota adalah dari 154,1 pada 2017, diturunkan menjadi 149 pada 2018, dan 144 pada 2019.
Sasaran percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat di sektor pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan pertumbuhan sebesar 6,7% pada 2018 menjadi 7,5% pada 2019 untuk provinsi Papua. Sedangkan untuk provinsi Papua Barat adalah sebesar 6,9% pada 2018 menjadi 7,8% pada 2019. Tingkat kemiskinan di Papua adalah sebesar 27,1% pada 2017, ditutunkan menjadi 26,8% pada 2018, dan 26,5% pada 2019. Sementara tingkat kemiskinan di Papua Barat adalah sebesar 23,6% pada 2017, diturunkan menjadi 22,4% pada 2018, dan 21,4% pada 2019. Tingkat pengangguran di Papua adalah sebesar 3,7% pada 2017, diturunkan menjadi 3,6% pada 2018.

Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua Periode 2015-2019
Tujuan dan sasaran pengembangan wilayah Papua pada periode 2015-2019 adalah mendorong percepatan dan perluasan pembangunan wilayah Papua untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua melalui percepatan dan perluasan pembangunan yang menekankan pada keunggulan dan potensi daerah yang berbasis kesatuan adat. Percepatan dan perluasan pembengunan tersebut dilakukan melalui:
(a) Pemenuhan kebutuhan dasar dan ketahanan hidup yang berkelanjutan, serta pemerataan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan perumahan rakyat yang terjangkau, berkualitas, dan layak.
(b) Pengembangan kemandirian ekonomi berkelanjutan berbasis wilayah adat khususnya di Provinsi Papua melalui pengembangan industri kecil dan menengah dibidang pertanian berbasis komoditas lokal, yaitu kakao, kopi, buah merah, karet, sagu, kelapa, kacang tanah, ubi, sayur dan buah-buahan, serta komoditas non lokal yaitu padi, jagung, kedelai, dan tebu. Pengembangan perkebunan dan pertanian tanaman non-pangan seperti tebu, karet, dan kelapa sawit; pengembangan peternakan yaitu sapi dan babi; pengembangan kemaritiman yaitu industri perikanan dan pariwisata bahari; pengembangan potensi budaya dan lingkungan hidup, yaitu pariwisata budaya, cagar alam dan taman nasional; dan pengembangan hilirisasi komoditas minyak, gas bumi dan tembaga.
(c) Penyediaan infrastruktur yang berorientasi pelayanan dasar masyarakat maupun peningkatan infrastruktur yang berorientasi pengembangan investasi dan pengembangan komoditas, serta
(d) Peningkatan SDM dan Iptek secara terus-menerus.
Sasaran pengembangan Wilayah Papua pada tahun 2015- 2019 adalah: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah Papua, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah, termasuk diantaranya adalah pengembangan 2 (dua) kawasan ekonomi khusus, 1 (satu) kawasan industri, pengembangan 5 (lima) kawasan adat dan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya.
2. Sementara itu, untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah di Wilayah Papua, maka dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 9 (sembilan) Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi 9,5% di tahun 2019; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata 22,63% di tahun 2019; (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal sebesar rata-rata 61,40 pada tahun 2019.
3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Papua, maka dilakukan optimalisasi peran 2 (dua) kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua dan Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan negara.
4. Sesuai dengan amanat UU 6/2014 tentang Desa, maka dilakukan pembangunan perdesaan dengan sasaran berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 340 desa atau meningkatnya jumlah desa mandiri sedikitnya 140 desa.
5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 4 (empat) pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka dikembangkan 3 (tiga) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.
7. Peningkatan pelaksanaan Otonomi Daerah di Wilayah Papua ditunjukkan dengan: (a) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah sebesar 10% untuk propinsi dan 7% untuk kabupaten/kota; (b) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi sebesar 35% dan untuk Kabupaten.
 Kota sebesar 35% pada tahun 2019 serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (c) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 2 (dua) provinsi dan 20 kabupaten/kota di wilayah Papua; (e) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar 50% dan S2-S3 sebesar 5%; (f) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Papua sebesar 30 angkatan; (g) Terlaksananya evaluasi otsus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (h) Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah Papua (dengan proyek awal Provinsi Papua); (i) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (j) Meningkatnya persentase jumlah PTSP sebesar 40%; (k) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (l) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Papua; (m) Terlaksananya penguatan kelembagaan Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat.

8.  Sasaran penanggulangan bencana di Wilayah Papua adalah mengurangi Indeks Risiko Bencana pada 10 kabupaten/kota sasaran (Kota Jayapura, Kota Sorong, Kota Manokwari, Kabupaten Merauke, Sarmi, Yapen, Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Biak Numfor) yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKW, Kawasan Industri maupun pusat pertumbuhan lainnya. Sehubungan dengan sasaran tersebut, diharapkan pada akhir tahun 2019, pembangunan Wilayah Papua semakin meningkat. Hal ini dicerminkan dengan makin meningkatnya kontribusi PDRB Wilayah Papua terhadap PDB Nasional, yaitu dari sekitar 1,9% (2013) menjadi 2,6% (2019). Dengan demikian, kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Wilayah Papua dan menjadi 3,4% pada 2019. Di Papua Barat adalah sebesar 7,8% pada 2017, diturunkan menjadi 7,7% pada 2018 dan menjadi 7,5% pada 2019. Sedangkan angka IPM di Papua adalah 58,2 pada 2017, ditingkatkan menjadi 58,7 pada 2018 dan 59,2 pada 2019. Di Papua Barat angka IPM adalah 62,7 pada 2017, ditingkatkan menjadi 63,2 pada 2018 dan 63,7 pada 2019.

Empat Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) di Papua

Prinsip dalam pengembangan wilayah adalah Competitiveness; Cluster base; Build on existing and potential strength; Membangun overall strategy; Prioritas, Data Driven-Fact Base; Konsisten; Visi, Strategy, Plan, Implementation; Entrepreneurship; dan Public Private Partnership. Competitiveness not only job creation, yaitu mendorong pertumbuhan wilayah yang kompetitif baik secara nasional maupun global, dengan memacu peningkatan produksi kawasan dan peningkatan nilai tambah hasil produksinya. Cluster base adalah memfokuskan pembangunan pada kluster-kluster potensial dan strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menarik perkembangan kawasan di sekitarnya. Build on existing and potential strength not only reducing weakness yaitu pembangunan berbasis kekayaan alam yang dimiliki dengan memperkaya rantai produksi untuk menaikan nilai tambah, termasuk kearifan lokal.
Membangun Overall strategy (bukan hanya daftar aksi), yaitu membangun secara menyeluruh diseluruh aspek, meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Prioritas yaitu memberikan prioritas dan tahapan penanganan berdasarkan kapasitas yang tersedia untuk efektifitas dan efisiensi pembangunan.
Data driven-fact base yaitu perencanaan, pemrograman, dan perancangan berdasarkan data dan fakta yang benar, terkini, dan akurat. Konsisten, yaitu pengembangan dilakukan secara konsisten dan terus menerus sesuai perencanaan. Sementara Visi, Strategy, Plan, dan Implementation adalah berkesinambungan, terstruktur, dan sistematik, serta masif. Sedangkan entrepreneurship adalah menciptakan peluang kewirausahaan sektor formal dan informal dengan mendorong tumbuhnya inovasi dan kreatifitas. Terakhir adalag Public private partnership, yaitu kerja sama dengan swasta untuk mewujudkan rencana pembangunan Pembangunan berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan antara pengembangan wilayah dengan “market driven” dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Pembangunan berbasis WPS fokus pada pengembangan infrastruktur menuju wilayah strategis, mendukung percepatan pertumbuhan kawasan-kawasan pertumbuhan di WPS, serta mengurangi disparitas antar kawasan di dalam WPS.Untuk itu diperlukan suatu keterpaduan perencanaan antara infrastruktur dengan pengembangan kawasan strategis dalam WPS dan juga sinkronisasi program antar infrastruktur (Fungsi, Lokasi, Waktu, Besaran, dan Dana). Dukungan infrastruktur PUPR dalam pengembangan WPS adalah berupa konektivitas, yaitu menghubungkan antar cluster untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi disparitas, serta memperlancar arus keluar barang dan jasa. Berikutnya adalah perkotaan dan industri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan, Hinterland untuk meningkatkan keterkaitan antara fungsi pengolahan, produksi, dan jasa, serta komunitas dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan penyediaan perumahan.Di Kepulauan Papua terdapat empat Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS 31, WPS 32, WPS 33 dan WPS 34.WPS 31 adalah wilayah pertumbuhan baru Sorong – Manokwari, yang meliputi jalan nasional Papua Barat (Sorong – Manokwari) dengan kondisi yang sangat bagus; Kota Sorong (PKN) dengan luas sekitar 656,4 km2 dan jumlah penduduk mencapai 211.840 jiwa (2013), PDRB 9,35 juta per kapita (2013); Kawasan Industri Sorong seluas: 300 Ha dengan jenis industri berupa Kayu dan ikan laut; Pelabuhan Sorong (kelas Pelabuhan Utama) dengan luas sekitar 128.236 m2 dan kapasitas kargo sebesar 500.000 TEUS (2014).
Berikutnya adalah Bandara Sorong (Bandara Kelas 2) seluas 57.790 m2 dengan kapasitas 3.393 orang; Bendungan Klasmesen (Kota Sorong); FEF (Kabupaten Tembraw) dengan luas distrik mencapai 591,05 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 432 jiwa (2013). Kemudian ada Bendungan Prafi (Manokwari); Pelabuhan Manokwari (Kelas Pelabuhan Pengumpul); kota Manokwari (PKW) dengan luas 4.650,32 km² dan jumlah penduduk sebanyak 150.179 jiwa (2013). Selanjutnya ada Bandara Rendani Manokwari dengan luas sekitar 90.000 m2, dan distrik Ransiki (Kabupaten Manokwari Selatan) dengan luas distrik sekitar 4.721 km² dan jumlah penduduk sebanyak 8.817 jiwa (2013).
Selanjutnya adalah WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni), yang merupakan pusat pertumbuhan yang sedang berkembang. WPS ini meliputi Kota Manokwari seluas 237,24 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 85.700 Jiwa. Kota Manokwari memiliki angka IPM sebesar 68,07 dan PDRB sebesar Rp 1.314 juta. Berikutnya ada Kota Ransiki dengan jumlah penduduk sebanyak 7.084 jiwa dan PDRB sebesar Rp 175 juta. Kota berikutnya adalah Bintuni dengan luas kabupaten mencapai 421,75 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 18.552 jiwa. Angka IPM Bintuni adalah 67,58 dengan PDRB mencapai Rp 6.796 juta. Di wilayah ini juga terdapat simpul Kegiatan Migas Utama LNG, Pelabuhan Bintuni (pelabuhan pengumpul), Kawasan Industri Teluk Bintuni dengan jenis industri berupa migas. Kemudian ada Bandara Rendani (bandara pengumpul skala domestik), Pelabuhan Manokwari (pelabuhan pengumpul), dan KPSN Teluk Bintuni yang memiliki daya tarik berupa wisata pantai/bahari, taman nasional, dan situs sejarah/tempat ibadah. Selanjutnya ada KPSN Biak dengan daya tarik berupa bentang alam, wisata bahari, flora fauna, situs bersejarah, adat tradisi dan taman nasional laut. Di wilayah ini juga terdapat kota Biak yang memiliki luas sekitar 14.250,94 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 238.133 Jiwa. Biak memiliki angka IPM 71,03 dan PDRB sebesar Rp 1.046 juta. Berikutnya ada bandara internasional Frans Kaisepo, pelabuhan Biak (pelabuhan pengumpul) dengan luas mencapai 127.530 m2, Pelabuhan Korido (pelabuhan pengumpul), dan Pelabuhan Saribi (pelabuhan lokal). Berikutnya, WPS 33 adalah wilayah pertumbuhan baru Nabire – Enarotali – Wamena. Di wilayah ini terdapat fasilitas pelabuhan Nabire (pelabuhan pengumpul), Kota Nabire (PKW) yang berpenduduk sebanyak 82.437 jiwa (2013) dan menghuni area seluas 127 km2. Kota Nabire memiliki angka IPM 68,02 dan PDRB sebesar Rp 1.089 juta. Selanjutnya ada Kota Kigamani (PKL) dengan jumlah penduduk sebanyak 11.326 jiwa (2013) dan luas wilayah mencapai 115,92 Km2. Kota Tigi (PKL) dengan jumlah penduduk sebanyak 17.997 jiwa (2013) dan luas wilayah 14,49 Km2. Kota berikutnya adalah kota Enarotali (PKL) yang terletak di Kecamatan Paniai Timur dengan jumlah penduduk 5.278 jiwa (2013) dan luas wilayah mencapai 588,8 Km2. Kemudian ada Kota Sugapa (PKL) yang terletak di Kabupaten Intan Jaya dengan jumlah penpenduduk sebanyak 43.405 jiwa dan luas wilayah 2.325 Km2. Pelabuhan Pomako Timika (pelabuhan internasional), Bandara Mozez Kilangin Timika (bandara pengumpul skala tersier) dengan kategori bandara domestik.

Berikutnya ada Kota Timika (PKN) dengan jumlah penduduk sebanyak 127.278 jiwa (2013) dan luas wilayah 2.216 Km2. Kota Timika memiliki angka IPM 70,02 dan PDRB sebesar Rp 8.637 juta. Selanjutnya Kota Ilaga (PKL) dengan jumlah penduduk sebanyak 14.233 jiwa (2010) dan luas wilayah 886 Km2. Kota Tiom (PKL) di Kabupaten Lanny Jaya dengan jumlah penduduk sebanyak 161.077 jiwa dan luas mencapai 3.440 Km2. Bandara Wamena (bandara perintis) dengan kategori bandara domestik. Kota Wamena (PKW) dengan jumlah penduduk 48.640 jiwa (2012) dan luas wilayah 249,31 Km2, angka IPM 57,22 dan PDRB Rp 660 juta. Kota Kobakma (PKL) dengan luas wilayah 328 Km2. Kota Karubaga (PKL) dengan jumlah penduduk 15.582 jiwa dan luas wilayah 312 Km2. Terakhir adalah Kota Mulia (PKL) dengan jumlah penduduk 87.248 jiwa (2013) dan luas wilayah 575.16 Km2. WPS berikutnya adalah WPS 34, yaitu wilayah pertumbuhan baru Jayapura – Merauke, yang meliputi KSPN Sentani dengan objek wisata berupa Danau Setani berikut perkampungan tradisional Ase, wisata pantai/ bahari, dan bentang alam. Di wilayah ini terdapat PLBN Skow dan PLBN Sota. PKW dan PKSN Merauke dengan luas kabupaten mencapai 44.071 Km² dan jumlah penduduk sebanyak 115.359 jiwa (2011). Kabupaten Merauke memiliki angka IPM 66,52 dan PDRB sebesar Rp 1,902 juta. Kemudian ada PKW dan PKSN Arso dengan jumlah penduduk 21.572 jiwa (2014). Kabupaten ini memiliki IPM 69,94 dan PDRB Rp 451 juta. Pelabuhan Merauke (pelabuhan internasional Kelas III) seluas 6,5 Ha lebih dengan kapasitas dermaga: 2x3 T/ M³/M². Pelabuhan Jayapura (pelabuhan internasional Kelas II) dengan luas 5 Ha dan kapasitas dermaga 100 ribu TEUs/ tahun. PKL Waris di Kabupaten Keerom) dengan luas 911,94 Km² dan jumlah penduduk 3.263 jiwa (2013). KTM Senggi di Kabupaten Keerom, KTM Muting dan KTM Salor di Kabupaten Merauke. PKL Oksibil dengan luas 248 Km² dan jumlah penduduk 7.454 jiwa (2013), distrik ini memiliki angka IPM 49,83 dan PDRB sebesar Rp 328 juta. Selanjutnya ada Kawasan Rencana Pengembangan Kotabaru, PKSN Tanah Merah dengan luas 27.108 Km² dan jumlah penduduk 30.147 jiwa (2011), kabupaten ini memiliki angka IPM 51,42 dan PDRB sebesar Rp 584 juta. Selanjutnya ada KSPN Wazur-Merauke dengan objek wisata berupa Musamus, Tugu Perbatasan, dan Suaka Margasatwa Wazur.
Percepatan Pembangunan papua dan papua barat
Secara umum, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, dilakukan dengan cara; meningkatkan akses dan kualitas pelayanan dasar pendidikan, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan ketahanan pangan, menurunkan angka kemiskinan dan perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur dasar, pengembangan konektivitas wilayah, dan pengembangan kelembagaan dan tatakelola, Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar pendidikan antara lain dilakukan melalui: a. pengembangan sekolah berpola asrama untuk menanggulangi persoalan ketertinggalan akses dan layanan pendidikan di daerah pegunungan tengah dan daerah terisolasi lainnya; b. pengembangan pendidikan vokasi khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan potensi komoditas unggulan di wilayah adat masing-masing; c. penurunan angka tuna aksara melalui pendidikan keaksaraan; d. penerapan pendidikan kurikulum kontekstual Papua; e. peningkatan kualitas guru dan penyediaan tambahan kuota guru untuk pemenuhan kekurangan guru; dan f. pemberian kesempatan yang lebih luas untuk menempuh jenjang pendidikan menengah dan tinggi bagi putra putri Orang Asli Papua (OAP).
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa: a. peningkatan kualitas layanan kesehatan ibu dan anak; b. peningkatan gerakan masyarakat hidup sehat; c. pengembangan Malaria Center; d. penurunan kejadian malaria, prevalensi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya; e. pelaksanaan pelayanan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (telemedicine) di Rumah Sakit Rujukan Nasional/Provinsi/Regional dan fasilitas kesehatan lainnya; f. penugasan tenaga kesehatan Nusantara Sehat secara kelompok (team based) termasuk di wilayah sulit dan tertinggal; g. penugasan tenaga dokter spesialis melalui Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS); dan h. bantuan pendidikan dokter spesialis bagi putra/putri daerah Papua dan Papua Barat.
Meningkatkan ketahan pangan, antara lain melalui: a. peningkatan kedaulatan pangan lokal; b. pengembangan lumbung pangan nasional di Merauke guna mendukung program ketahanan pangan nasional; c. pengembangan industri pengolahan komoditas unggulan lokal secara terpadu dan terintegrasi dari hulu ke hilir; d. peningkatan industri peternakan untuk meningkatkan pendapatan asli OAP; e. peningkatan industri kelautan dan perikanan melalui pemberdayaan ekonomi nelayan, dan pariwisata bahari; dan f. penyediaan dan distribusi tenaga pendamping dan penyuluh untuk meningkatkan efektivitas pengembangan dan pemasaran ekonomi lokal.
Menurunkan angka kemiskinan dan perlindungan sosial, antara lain melalui: a. perluasan cakupan Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); b. pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH); c. peningkatan sistem perlindungan dan kesejahteraan bagi anak dan perempuan; dan d. peningkatan dan perluasan penyediaan bantuan permodalan bagi UMKM dan peningkatan kewirausahaan untuk OAP.
Pembangunan infrastruktur dasar, antara lain melalui: a. pengembangan pelayanan air bersih melalui pembangunan sumber air tanah yang menjangkau seluruh kampung dan distrik terisolasi di wilayah sulit air lainnya; b. pengembangan perumahan sehat dan layak huni, serta perbaikan sanitasi lingkungan dalam mendukung budaya hidup bersih dan sehat yang menjangkau kampung dan distrik c. pembangunan pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk melistriki dan menerangi kampung serta distrik; d. pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga (jaringan gas kota) beserta pipa transmisi jaringan gas kota di Kota Sorong; dan e. pembangunan pembangkit listrik tenaga minihidro di wilayah Pegunungan Bintang, Ilaga, dan Supiori.
Pengembangan konektivitas wilayah antara lain melalui: a. pembangunan dan preservasi jalan dan jembatan Trans Papua, Jalan Strategis Nasional serta Jalan Perbatasan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan akses dan konektivitas antarprovinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung untuk dapat menurunkan biaya kemahalan di wilayah pegunungan tengah dan daerah yang sulit terjangkau secara geografis; b. peningkatan bandar udara dan bandar udara perintis dan perluasan jalur penerbangan yang dapat menjangkau wilayah kampung terisolasi serta terselenggaranya pelayanan jembatan udara; c. peningkatan pelabuhan laut dan pelabuhan sungai yang dapat menjangkau wilayah kampung terisolasi, serta terselenggaranya subsidi angkutan barang tol laut; dan d. pengembangan telekomunikasi dan informasi yang dapat menjangkau kampung dan distrik. Pengembangan kelembagaan dan tatakelola, antara lain melalui: a. peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota guna meningkatkan kualitas pelayanan publik; b. fasilitasi dan pendampingan dalam penyusunan dan pelaksanaan peraturan daerah provinsi (perdasi) dan peraturan daerah khusus (perdasus), sebagaimana amanat UU Otsus; c. fasilitasi penanganan masalah hukum terkait pemanfaatan tanah adat/ ulayat untuk kepentingan pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; dan d. pelaksanaan efektivitas program cinta tanah air dan wawasan kebangsaan. Program Prioritas Pembangunan daerah tertinggal merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 untuk mempercepat pembangunan kabupaten tertinggal atau kurang berkembang dibanding kabupaten lainnya
Infrastruktur di Papua dan Papua Barat Menjadi Prioritas Nasional
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara bertahap terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur di Papua dan Papua Barat untuk mendukung konektivitas di dua provinsi tersebut. Beberapa proyek infrastruktur yang dilaksanakan bahkan menjadi prioritas nasional, sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). miliar, jalan dan jembatan Rp 2,48 triliun, permukiman Rp 405 miliar dan perumahan Rp 78 miliar. Tahun 2016, alokasi Papua Barat sebesar Rp 2,53 triliun, terbagi untuk alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 499 miliar, jalan dan jembatan Rp 1,28 triliun, permukiman Rp 255 miliar dan perumahan Rp 183 miliar. Tahun 2017 alokasi Papua Barat meningkat menjadi Rp 2,64 triliun, terbagi untuk alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 343 miliar, jalan dan jembatan Rp 1,51 triliun, permukiman Rp 129 miliar. Sehingga total alokasi pembangunan infrastruktur PUPR untuk Papua dan Papua Barat pada tahun 2017 mencapai Rp 7,61 triliun.
Anggaran pembangunan infrastruktur untuk Papua dan Papua Barat juga didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), dimana pada tahun 2015 dana DAK untuk kedua provinsi tersebut sebesar Rp 1,59 triliun, tahun 2016 dana tersebut meningkat pesat menjadi sebesar Rp 6,35 triliun dan pada tahun 2017 sebesar Rp 2,18 triliun. Daftar Proyek Strategis Nasional di Provinsi Papua dan Papua Barat antara lain, Pembangunan jalan Trans Papua,jalan lintas perbatasan dan jalan menuju lintas batas serta pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan Sarana Penunjang di Skouw, Jayapura. Perencanaan pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR periode 2015-2019, dari 35 Wilayah Pembangunan Strategis (WPS) nasional terdapat empat WPS di Papua dan Papua Barat, yaitu WPS 31 Sorong-Manokwari, WPS 32 Manokwari-Bintuni, WPS 33 Nabire-Enarotali-Wamena, dan WPS 34 Jayapura-Merauke. Pembangunan infrastruktur tersebut tidak hanya membangun infrastruktur yang ditujukan untuk mendorong perkembangan ekonomi di perkotaan, tetapi juga membangun infrastruktur di perbatasan yang bertujuan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi dan wilayah. Alokasi anggaran pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat cukup besar. Pada tahun 2015, alokasi untuk Provinsi Papua sebesar Rp 5,66 triliun terdiri dari alokasi untuk sumber daya air sbesar Rp 576 miliar, jalan dan jembatan Rp 4,26 triliun, permukiman Rp 281 miliar dan perumahan Rp 415 miliar. Tahun 2016, alokasi untuk Papua sebesar Rp 5,06 triliun terdiri dari alokasi untuk sumber daya air Rp 308 miliar, jalan dan jembatan Rp 3,74 triliun, permukiman Rp 250 miliar dan perumahan Rp 216 miliar. Untuk tahun anggaran 2017, alokasi untuk Papua sebesar Rp 4,96 triliun terdiri dari alokasi untuk sumber daya air Rp 411 miliar, jalan dan jembatan Rp 3,72 triliun, permukiman Rp 132 miliar dan perumahan Rp 85,7 miliar. Sementara alokasi anggaran untuk Provinsi Papua Barat pada tahun 2015 sebesar Rp 3,96 triliun, dimana terbagi untuk alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 775 Dalam pembangunan jalan, pemerintah akan menyelesaikan sekitar 112 km jalan Trans Papua yang ditargetkan rampung seluruhnya pada tahun 2018. Sedangkan dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, Kementerian PUPR melakukan rehabilitasi beberapa daerah irigasi. Dalam pembangunan perumahan, juga dilakukan upaya untuk memperbaiki rumah-rumah penduduk yang tidak layak huni, yaitu melalui program rumah swadaya. Masing-masing ditargetkan sebanyak 3.500 unit. Selain itu juga ada program rumah khusus yang dibangun untuk nelayan, tenaga medis, dan pemuka agama. Untuk meningkatkan kualitas permukiman, juga dilakukan penanganan kawasan kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang menjangkau 41 kelurahan di Kota Sorong dan Kota Manokwari Barat. Kawasan perbatasan juga mendapatkan sentuhan pembangunan, dimana Kementerian PUPR telah menyelesaikan pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw yang dilengkapi dengan infrastruktur penunjang seperti pasar, sehingga kawasan PLBN dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Derap Pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Sorong
Catatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sorong tahun 2017 menunjukkan, panjang ruas jalan di Kabupaten Sorong adalah sepanjang 1.252 Km, terdiri dari permukaan ruas jalan aspal sepanjang 137,39 Km, permukaan ruas jalan rigid sepanjang 712,33 Km, permukaan ruas jalan sertu sepanjang 447,56 Km, dan permukaan ruas jalan tanah sepanjang 595,82 Km. Di sektor perhubungan laut yang sangat berpotensi dalam menghubungkan antar Distrik atau Kampung di wilayah Kabupaten Sorong, data Dinas Perhubungan Kabupaten Sorong mencatat bahwa saat ini terdapat 10 dermaga yang tersebar di 10 Distrik, yaitu di Mayamuk, Aimas, Seget, Makbon, Moraid, Salawati Selatan, Moisegen, Klamono, Beraur, dan Klabot.

Selain itu, Kabupaten Sorong juga memiliki 2 dermaga besar, 6 dermaga khusus, 5 dermaga kecil, dan 23 dermaga tambatan perahu. Kabupaten Sorong juga memiliki 6 pelabuhan khusus yang berlokasi di Distrik Arar, Malabam dan Salawati. Di Distrik Arar ada 4 pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan; Petrochina, Loading Pier Aras Gas, Semen Indonesia, dan Hendrison Iriana. Di Malabam dan di Salawati masing-masing ada satu pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan Jaya Abadi dan Joint Operating Body Pertamina dan Petrochina.
Dalam hal sarana perhubungan udara, saat ini Kabupaten Sorong sedang melakukan pengembangan pelabuhan udara internasional yang berlokasi di Kampung Klawoton Distrik Moisegen. Bandara Segun yang semula memiliki luas sekitar 2.500 Ha kemudian dikembangkan menjadi sekitar 2.825 Ha. Saat ini, masyarakat Kabupaten Sorong menggunakan Bandara Dominic Eduard Osok yang terletak di Kota Sorong untuk melakukan aktivitas bepergian menggunakan pesawat udara.Di bidang kesehatan, Kabupaten Sorong memiliki fasilitas kesehatan berupa satu unit Rumah Sakit Umum Daerah Tipe C, 18 unit Puskesmas yang tersebar di masing-masing desa, 53 unit Puskesmas Pembantu, 174 unit Posyandu, 11 unit Poskesdes, 33 unit Polindes dan 34 unit Pusling yang terdiri dari 34 unit sepeda motor, 7 unit mobil dan 6 unit perahu.
Privatisasi penggunaan fasilitas air minum merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga. Pada umumnya tingkat privatisasi penggunaan fasilitas air minum sendiri akan lebih menjamin kesehatan, kebersihan dan keleluasaan dalam hal penggunaannya. Sebagian besar atau sekitar 58,50% rumah tangga di Kabupaten Sorong menggunakan fasilitas air minum sendiri. Sekitar 10,61% menggunakan fasilitas air minum secara bersama, dan 9,75% menggunakan fasilitas air minum secara umum. Saat ini masih ditemukan sekitar 21,14% rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas air minum. Fasilitas pendidikan di Kabupaten Sorong tersebar di 18 Distrik dan sebagian besar di dominasi oleh fasilitas pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar 9 tahun, yaitu fasilitas SD dan SMP. Fasilitas pendidikan untuk jenjang yang lebih tinggi seperti SMA dan SMK lebih terkosentrasi di wilayah pusat kabupaten seperti Distrik Aimas, Mayamuk , Salawati dan Mariat. Sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong adalah 124 unit SD, 11 Madrasah Ibtidaiyah, 1 SLB, 42 SMP, 9 Madrasah Tsanawiyah, 18 SMA, 7 Madrasah Aliyah, dan 7 SMK. Untuk menunjang fasilitas pendidikan tersebut, Kabupaten Sorong menyediakan fasilitas PerpuSeru (Perpustakaan Seru) yang merupakan Program Mitra Kerja PT. Coca Cola Foundation Indonesia dan Perpustakaan Nasional RI. Program ini bertujuan untuk menjadikan perpustakaan di setiap daerah menjadi Pusat Belajar dan Berkegiatan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Program PerpuSeru baru hadir di kawasan Indonesia Timur pada awal tahun 2016, yaitu di provinsi NTT, Maluku, Papua dan Papua Barat. Sedangkan kabupaten di Papua Barat yang mendapatkan bantuan dan kesempatan untuk menerima program PerpuSeru adalah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Di Kabupaten Sorong juga ada 8 fasilitas sosial berupa panti asuhan, yaitu; Darul Istiqomah, Sinar Kasih, Nurul Yakin, Al Hidayah, Kasih Agape, Muhammadiyah, Darul Aitam, dan Pelita Kasih yang tersebar di beberapa distrik seperti di Aimas, Mayamuk dan Salawati. Jumlah anak –anak yang diasuh di panti asuhan tersebut sebanyak 413 orang.
Kabupaten Kaimana Bangun Sejumlah Jalan dan Dermaga untuk Tingkatkan Perekonomian
Pemerintah Kabupaten Kaimana dalam beberapa tahun terakhir terus mengupayakan pembangunan jalan untuk membuka keterisolasian yang menghambat peningkatan ekonomi masyarakat. Saat ini ada dua ruas jalan yang tengah digenjot pembangunannya, yaitu ruas jalan LABobo-Wangatnauw–Jarato dan ruas jalan Avona–Yamor. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Kaimana, Ir. Nicolaas E Kuahaty, mengatakan bahwa kebijakan 16 pembangunan jalan untuk membuka keterisolasian dimaksudkan untuk mengurangi tingginya angka kemiskinan di kabupaten Kaimana. Data BPS menunjukkan bahwa 37% penduduk miskin berada di perkampungan, dan hanya 5% penduduk miskin yang berdomisili di perkotaan.
Pemkab Kaimana konsisten melakukan kebijakan untuk membuka daerah-daerah terisolasi mengingat masih tingginya angka kemiskinan yang salah satunya disebabkan karena sulitnya untuk dapat mengaskes berbagai fasilitas yang ada. Masyarakat yang tinggal di perkampungan lebih banyak menghabiskan biaya untuk transportasi. Dengan terbukanya aksesibiltas berupa pembanggunan ruas jalan di dua titik sektor pertumbuhan ekonomi, maka saat ini penghasilan masyarakat dari hasil pertanian dan perkebunan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ke depan, dengan semakin bertambahnya akses jalan yang dibangun, maka diharapkan dapat memberikan dampak postif bagi kemajuan perekonomian masyarakat, terutama bagi yang berdomisili di pegunungan dengan jarak jangkau yang sulit.
Di bidang transportasi laut, kabupaten Kaimana telah memiliki dermaga Eman, yang terletak di Kampung Lobo dan telah dioperasikan sejak 2014. Pemkab Kaimana masih sedang membangun lima dermaga permanen lainnya. Pemkab Kaimana telah menetapkan sedikitnya ada enam titik yang dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Di setiap titik pertumbuhan, dibangun dermaga permanen dan infra struktur dasar lainnya yang dibutuhkan untuk membantu melancarkan aktivitas masyarakat dalam membawa hasil kebun mereka ke pasar-pasar di kota.
Adapun wilayah pusat pertumbuhan yang akan dibangun dermaga-dermaga permanen, yaitu di kampung Bayeda untuk wilayah distrik Teluk Arguni, di kampung Warifi untuk wilayah distrik Etna dan Yamor, di kampung Tairi untuk wilayah distrik Buruway, dan di kampung Mandiwa untuk wilayah distrik Arguni Bawah serta di kampung Adi Jaya untuk wilayah distrik Buruway, yang keseluruhannya ditargetkan akan rampung pada 2020 mendatang. Pembangunan dermaga ini merupakan bagian dari serangkaian pembangunan yang dilaksanakan Pemkab Kaimana dalam rangka mewujudkan Kaimana baru yang sejahtera, adil, aman, bermartabat dan berkelanjutan.
Kegiatan Prioritas Pendukung Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
Program Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat pada tahun 2018 didukung oleh 7 (tujuh) kegiatan prioritas, yaitu: (1) peningkatan akses dan kualitas pendidikan; (2) peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan; (3) perlindungan sosial dan kemiskinan; (4) penguatan ekonomi lokal berbasis wilayah adat; (5)          percepatan pembangunan infrastruktur dasar; (6) pengembangan konektivitas wilayah; dan (7) penguatan kelembagaan dan tata kelola.
Program peningkatan akses dan kualitas pendidikan di provinsi Papua dan Papua Barat antara lain berupa; pembangunan dan pengoperasian sekolah berpola asrama; pembangunana asrama siswa dan guru; pembangunan dan pengembangan SMK yang disesuaikan dengan potensi unggulan wilayah lokal; tersedianya tenaga teknis menengah kejuruan kehutanan di provinsi Papua Barat; pembangunan ruang kelas baru (RKB) dan dilaksanakannya rehabilitasi ruang kelas;
Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dalam bentuk penerapan kurikulum pendidikan kontekstual Papua; tersedianya guru berkualitas dan tambahan kuota guru; terlaksananya kebijakan afirmasi untuk orang asli Papua (OAP) guna menempuh jenjang pendidikan menengah dan tinggi. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, yaitu dalam bentuk peningkatan kualitas layanan kesehatan ibu dan anak; terlaksananya gerakan masyarakat hidup sehat; pengembangan Malaria Center; penurunan kejadian malaria, prevalensi HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya; beroperasinya pelayanan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (telemedicine) di rumah sakit rujukan nasional/provinsi atau regional dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya; penugasan 24 tim tenaga kesehatan Nusantara Sehat secara kelompok (team based) serta penugasan tenaga dokter spesialis; dan bantuan pendidikan dokter spesialis bagi putra/putri OAP.
Perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk; pelaksanaan integrasi Kartu Indonesia Sehat dengan Kartu Papua Sehat. Terpenuhinya kebutuhan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional/JKN; pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), serta tersedianya bantuan permodalan untuk UMKM. Penguatan ekonomi lokal berbasis wilayah adat diwujudkan dalam bentuk; pelaksanaan cetak sawah untuk mendukung produksi dan pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan dan wilayah adat; pembangunan irigasi di Kabupaten Mappi, rehabilitasi jaringan irigasi tersier; rehabilitasi jaringan irigasi di Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Merauke; pembangunan bendungan Baliem; Dikembangkannya produksi tanaman kelapa, cengkeh, pala, dan sagu dari hulu ke hilir; tersedianya sarana dan peralatan produksi dan pascapanen, serta peralatan pengolahan hasil tanaman pangan dan perkebunan; dikembangkannya ternak ruminansia; dibangunnya gudang pangan lokal dan lantai jemur; dikembangkannya prasarana dan sarana BUMDES bersama; dibangunnya embung pertanian dan bangunan air lainnya di daerah rawan pangan; ditingkatkannya keterampilan Prukades; dibangun dan dikembangkannya Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Biak, Timika dan Merauke; dikembangkannya usaha ekonomi kreatif; dan dilaksanakannya pembangunan pasar antardesa, Berikutnya adalah percepatan pembangunan infrastruktur dasar, yaitu berupa; tersedianya bantuan stimulan pembangunan baru rumah layak huni dan sehat; penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS); pembangunan sistem penyedia air minum (SPAM) di kawasan rawan air dan di kawasan nelayan; pembangunan jaringan di kawasan air terfasilitasi; pembangunan sistem pengolahan air limbah berbasis masyarakat; pembangunan prasarana penyedia air baku di Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Merauke; Pembangunan sarana dan prasarana air bersih di kawasan perdesaan; pembangunan sarana dan prasarana air bersih di pulau kecil; terpasangnya Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) di wilayah perdesaan gelap gulita; dibangunnya PLT Minihidro dan PLTS (tenaga surya) di kawasan perbatasan; tersedianya pengembangan konektivitas wilayah; Dibangunnya jalan nasional termasuk jalan Trans Papua serta jalan perbatasan; dibangun dan dikembangkannya bandar udara dan pelabuhan; diselenggarakannya subsidi angkutan barang tol laut; diselenggarakannya pelayanan angkutan laut dan angkutan udara perintis; dibangunnya BTS di daerah blankspot terutama di daerah 3T; penyediaan akses internet di wilayah telekomunikasi; dibangunnya Desa Broadband Terpadu; dan digelarnya jaringan serat optic yang menghubungkan seluruh ibukota kabupaten/kota provinsi Papua dan Papua Barat. Sementara penataan kelembagaan dan tata kelola dilakukan dalam bentuk; diselesaikannya penyusunan Perdasi dan Perdasus; dilaksanakannya peningkatan kapasitas kelembagaan provinsi/kabupaten/kota/distrik dalam peningkatan pelayanan dasar publik; fasilitasi penanganan masalah hukum terkait pemanfaatan tanah adat/ulayat untuk kepentingan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat; serta dilaksanakannya program cinta tanah air dan wawasan kebangsaan melalui pendekatan kontekstual Papua.
Pada Tahun 2018, Kontribusi Papua pada Perekonomian Nasional Meningkat Menjadi 1,88%
Sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018, maka pengembangan wilayah ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan pembangunan daerah pada tahun 2018 akan didorong melalui pertumbuhan peranan sektor jasa, industri pengolahan dan pertanian. Peningkatan kontribusi dari sektor-sektor tersebut dilakukan seiring dengan terus dikembangkannya kawasan-kawasan strategis di wilayah yang menjadi main prime mover (pendorong pertumbuhan utama), antara lain Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Perkotaan (Megapolitan dan Metropolitan), Kawasan Pariwisata serta Kawasan yang berbasis pertanian dan potensi wilayah seperti Agropolitan dan Minapolitan. Dari sisi pemerataan pembangunan, kebijakan pembangunan daerah diarahkan untuk pengurangan kesenjangan antarwilayah terutama untuk pembangunan Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia, termasuk wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan perbatasan. Kebijakan yang dilakukan adalah dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur serta mendorong peningkatan investasi di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera namun dengan tetap menjaga momentum pembangunan Wilayah Jawa. Pengembangan wilayah didasarkan pada 7 (tujuh) wilayah pengembangan pulau, yaitu; Wilayah Pulau Papua, Wilayah Kepulauan Maluku, Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara, Wilayah Pulau Sulawesi, Wilayah Pulau Kalimantan, Wilayah Pulau Jawa-Bali dan Wilayah Pulau Sumatera. Sasaran pengembangan wilayah tahun 2018 ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan antarwilayah dengan lebih meningkatkan peran ekonomi wilayah luar Jawa.
Pada tahun 2018, peran wilayah Papua terhadap perekonomian nasional diharapkan meningkat dengan fokus pengembangan pada potensi dan keunggulan wilayah Papua. Sedangkan pengembangan infrastruktur diarahkan pada upaya penurunan kesenjangan intrawilayah Papua, khususnya wilayah pegunungan. Pada tahun 2018, perekonomian wilayah Pulau Papua diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya menjadi sebesar 1,88% terhadap perekonomian nasional, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6% pada tahun 2018. Wilayah Papua berpotensi besar untuk menjadi penggerak ekonomi Indonesia bagian Timur melalui kelimpahan sumber daya alam di berbagai sektor baik perikanan, pertanian/perkebunan, industri agro dan pangan, pariwisata bahari dan alam, maupun pertambangan. Arah kebijakan pembangunan di Wilayah Pulau Papua juga ditujukan untuk mendukung upaya untuk mewujudkan pusat pengembangan wilayah berbasis kampung masyarakat adat yang didukung oleh prasarana dan sarana yang handal. Pada tahun 2018, sasaran Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pulau Papua minimal 6%, sedangkan sasaran tingkat kemiskinan diturunkan menjadi 26%, dan sasaran tingkat pengangguran terbuka diharapkan maksimal hanya 4%. Rinciannya adalah, sasaran pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 6%, tingkat kemiskinan maksimum 23%, dan tingkat pengangguran maksimum 8% di provinsi Papua Barat. Sedangkan di provinsi Papua, tingkat pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 6%, tingkat kemiskinan maksimum 27%, dan tingkat pengangguran maksimal 4%.
Pengembangan Infrastruktur di Papua Barat Diintensifkan di Kabupaten Sorong
Pembangunan infrastruktur di Papua Barat terbagi dalam dua Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS 31 Sorong-Manokwari dan WPS 32 Manokwari-Bintuni. Pembangunan di wilayah ini tengah dipacu guna meningkatkan konektivitas di kawasan Papua. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah tidak hanya untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan perkotaan dan kawasan maju lainnya, tetapi juga untuk mendorong pembangunan infrastruktur di kawasan yang sedang berkembang dan di kawasan perbatasan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi dan wilayah. Pada tahun 2017 ini, Kementerian PUPR telah menganggarkan sedikitnya Rp 2,23 triliun untuk pembangunan infrastruktur dalam mendukung ketahanan pangan, konektivitas, permukiman dan perumahan di Provinsi Papua Barat. Beberapa infrastruktur strategis telah rampung dibangun, sementara yang lainnya masih dalam tahap penyelesaian. Untuk mendukung ketahanan air dan pangan, Kementerian PUPR sudah menyelesaikan pembangunan Bendung Wariori di Kabupaten Manokwari pada tahun 2016 lalu. Bendung ini dilengkapi dengan saluran irigasi primer sepanjang 1 Km yang difungsikan untuk mengairi sawah seluas 1.400 hektare dari 3.450 hektare sawah potensial yang ada. Pembangunannya menghabiskan alokasi anggaran sebesar Rp 237,5 miliar melalui kontrak kerja tahun 2013 hingga 2016. Bendung lainnya di Kabupaten Manokwari yang sudah diselesaikan pengerjaannya pada tahun adalah Bendung Oransbari yang mampu mengairi areal persawahan seluas 3.016 hektare. Saat ini, Bendung Oransbari sudah berfungsi mengairi 700 ha sawah milik 450 petani. Keberadaan Bendung Oransbari ini adalah untuk mendukung program peningkatan produksi pangan dan juga untuk meningkatkan penyediaan air baku di wilayah tersebut. Selain itu, melalui Balai Wilayah Sungai Papua Barat, Kementerian PUPR juga telah menyelesaikan revitalisasi sungai Klagison di Kota Sorong dengan total anggaran sebesar Rp19,56 miliar dan pembangunan pengaman Pantai Tanjung Kasuari dan Supraw sebesar Rp13,22 miliar. Sedangkan untuk mendukung konektivitas di bidang pembangunan jalan, Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Papua Barat, saat ini tengah menyelesaikan Proyek Pembangunan Jalan Trans Papua bagian barat. Hingga kini telah dicapai pembangunan jalan sepanjang 1.058,76 km dari total panjang 1.070,62 km yang ditargetkan akan dibuka seluruhnya pada tahun ini. Ruas jalan Sorong-Maybrat-Manokwari (Segmen 1) yang memiliki panjang 594,81Km, kondisinya sudah teraspal sepanjang 459,93 Km dan sisanya sepanjang 134,88 Km masih dalam kondisi perkerasan tanah. Di ruas jalan ini juga sudah dibangun sebanyak 140 jembatan dari 144 jembatan yang direncanakan dengan total panjang 4.969,70 meter. Sisanya akan diselesaikan pembangunannya pada 2018. Ruas jalan Manokwari-Wameh-Wasior-Batas Provinsi Papua (Segmen 2) memiliki panjang 475,81 Km. Kondisinya sudah teraspal sepanjang 147,99 Km, sedangkan sisanya sepanjang 315,96 Km masih dalam kondisi perkerasan tanah. Ruas jalan ini sudah terbuka seluruhnya, namun masih membutuhkan perbaikan geometri dan penanganan jembatan dibeberapa lokasi. Pada ruas jalan ini sudah dibangun sebanyak 68 jembatan (2016) dari 195 jembatan yang direncanakan dengan total panjang 6,422 Km. Sisanya akan diselesaikan pembangunannya pada tahun 2018. Sementara itu, ruas jalan lingkar Sorong-Pelabuhan Arar, kondisinya sudah beraspal sepanjang 15,55 Km sedangkan sisanya sepanjang 34,64 Km masih dalam kondisi perkerasan tanah. Untuk mendukung konektivitas ke Pelabuhan Arar yang merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Kementerian PUPR juga tengah membangun ruas jalan lingkar Sorong menuju Pelabuhan Arar sepanjang 50,19 Km. Ruas jalan ini terdiri dari 2 segmen, yaitu ruas jalan dari Aimas menuju ke Pelabuhan Arar sepanjang 17,6 Km dan ruas jalan dari Aimas melingkari Kota Sorong ke daerah Soka sepanjang 32,59 Km.
Presiden Jokowi telah meminta agar pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat lebih dipercepat, terutama pembangunan di daerah terisolir dan daerah yang berada di kawasan perbatasan. Percepatan ini diperlukan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Presiden Jokowi mengatakan, bahwa Papua dan Papua Barat merupakan provinsi yang memiliki wilayah yang luas dengan potensi kekayaan alam yang berlimpah, mulai dari sektor pertambangan, pertanian, kehutanan, hingga kelautan dan perikanan. Potensi besar ini harus betul-betul dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Menurut Presiden Jokowi, kunci untuk menggerakkan perekonomian dan pemerataan pembangunan di Papua dan Papua Barat adalah percepatan pembangunan infrastruktur. Karena itu pemerintah akan membuka semua wilayah di Papua dan Papua Barat dari keterisolasian guna menekan biaya logistik, menaikkan daya saing, dan mempercepat pembangunan. Dalam dua tahun kedepan, pengembangan infrastruktur di Papua Barat akan diintensifkan ke kabupaten Sorong karena lahan untuk proyek pelabuhan-pelabuhan yang lainnya yang berada di Arar dan Seget, belum sepenuhnya dibebaskan. Sedangkan di Sorong, sebanyak lima hektar lahan sudah direklamasi.
Keterpaduan Infrastruktur di Pulau Papua
Untuk menjawab Agenda Nawacita Presiden Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyusun Rencana Ultimate Pulau Papua Tahun 2025 sebagai bentuk dukungan Kementerian PUPR dalam mengembangkan Pulau Papua. Terkait hal tersebut, program Cipta Karya adalah membangun 7 (tujuh) unit Saluran Penyedia Air Minum (SPAM), 5 (lima) unit Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja dan 2 (dua) unit Saluran Pembuangan Air Limbah. Dalam hal ini peran dan dukungan Cipta Karya difokuskan untuk peningkatan kualitas hidup penduduk Pulau Papua. Sedangkan program Sumber Daya Air direncanakan akan membangun masing-masing satu unit bendungan dan waduk, pembangunan 9 (sembilan) unit Daerah Irigasi di tiap lokasi dan pembangunan Embung di satu lokasi, pembangunan waduk Maybrat, bendungan Wariori dan Waduk Tambraw di Provinsi Papua Barat serta pembangunan waduk Gali Efata di Provinsi Papua. Dalam hal ini peran dan dukungan Sumber Daya Air difokuskan untuk peningkatan ketahanan pangan bagi penduduk Pulau Papua Untuk program Bina Marga, hingga tahun 2025 direncanakan akan membangun sejumlah ruas jalan nasional diantaranya: ruas jalan Lingkar Raja Ampat sepanjang 10 Km; ruas jalan Teluk Bintuni sepanjang 17 Km; ruas jalan Sorong – Makbon – Mega – Sausafor – Saukorem – Arfu – Mega; ruas jalan Yetti – Ubrub – Oksibil sepanjang 238,5 Km; ruas jalan Tiom – Mulia sepanjang 66,6 Km; ruas jalan Depapre – Lonkrang sepanjang 6 Km; ruas jalan Trans Papua Wamena – Elelim – Jayapura sepanjang 115 Km; dan pembangunan jembatan Holtekam. Dalam hal ini peran dan dukungan Bina Marga difokuskan untuk peningkatan konektivitas Pulau Papua. Untuk sektor perumahan akan dibangun rumah khusus di daerah terpencil sebanyak 1.020 unit dan juga rumah khusus di Kabupaten Boven Digoel. Dalam hal ini peran dan dukungan Cipta Karya difokuskan untuk peningkatan lingkungan daerah pinggiran Pulau Papua. Untuk mendukung pembangunan daerah perbatasan, direncanakan pembangunan rumah khusus perbatasan di Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, dan di pulau-pulau terluar serta rencana penanganan 11 ruas jalan strategis yaitu ruas jalan: Nabire-Wagete-Enarotali, Jayapura-Nimbrokang-Sarmi, Serui-Menawi-Saubeba, Timika-Mapurujaya-Pomako, Jayapura-Wamena-Mulia, Merauke-Tanah Merah-Waropko, Hamadi-Holtekamp-Skouw (perbatasan dengan Papua Nugini). Ketersediaan infrastruktur Non PUPR di Pulau Papua, yaitu; pelabuhan Arar dan pelabuhan Sorong; pelabuhan regional Manokwari, Teluk Bintuni dan Manokwari Selatan; dua pelabuhan pengumpul di Teluk Wondama; pelabuhan pengumpul Kaimana; pelabuhan pengumpul Teluk Bintuni; pelabuhan pengumpul regional Nabire; pelabuhan pengumpul Pomako; pelabuhan pengumpul Kabupaten Sarmi; pelabuhan utama internasional Jayapura; pelabuhan utama internasional Merauke; pelabuhan pengumpul, pelabuhan regional, pelabuhan nasional di Kabupaten Biak Numfor.
Berikutnya adalah infrastruktur berupa bandara pengumpul skala tersier kota Sorong (bandara Domine Edward Osok); bandara pengumpul skala tersier Rendani, Manokwari; bandara pengumpan Manokwari Selatan dan Teluk Bintuni; bandara di Teluk Wondama; bandara pengumpan Kaimana; bandara pengumpan Fak-fak dan Teluk Bintuni; bandara pengumpul skala tersier Nabire; bandara pengumpan di Kabupaten Nabire, 2 bandara di Deiyai, 1 bandara di Dogiyai, dan 2 bandara di Paniai. Bandara pengumpul skala tersier di Kabupaten Mimika; bandara pengumpan di Kabupaten Puncak; 2 bandara di Kabupaten Puncak Jaya; 2 bandara di Kabupaten Tolikara; bandara Kabupaten Lanny Jaya; bandara Kabupaten Mamberamo Tengah; bandara pengumpul skala tersier di Kabupaten Jayawijaya; bandara pengumpul skala sekunder Jayapura; 3 bandara pengumpan di Kabupaten Pegunungan Bintang; 2 bandara pengumpan di Merauke; bandara pengumpan skala sekunder di Merauke; dan bandara Frans Kaisepo di Kabupaten Biak Numfor.
Selanjutnya adalah Terminal Tipe B Kota Sorong, Terminal Tipe C masing-masing di Kabupaten Sorong, Maybrat, Tambraw, Manokwari, dan Manokwari Selatan, serta Teluk Bintuni; Terminal Penyebrangan Kabupaten Kaimana; Terminal penyebrangan dan Terminal Tipe B Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Fak-Fak, Terminal Tipe C Kabupaten Jayawijaya; Terminal Penyebrangan dan 3 terminal Tipe C di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura; Teminal Tipe C di Merauke, dan Terminal Tipe B Kabupaten Biak Numfor.
Kawasan Food Estate Merauke Menjadi Sentra Produksi Pangan Nasional
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) telah menyusun percepatan pengembangan Kawasan Merauke Trans Papua (MIFEE) sebagai kawasan yang mengutamakan ketahanan pangan, yaitu Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke yang diharapkan dapat memberikan arahan bagi pembangunan dan perwujudan struktur ruang di kawasan yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta potensi ekonomi kawasan tersebut. Selain itu hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya mendukung percepatan pengembangan kawasan secara terpadu antara infrastruktur PUPR, sektor lain, dan program pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan daya saing kawasan.
Sektor pertanian adalah yang paling dominan dalam laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Merauke, namun penggunaan lahan di Kabupaten Merauke masih didominasi oleh semak belukar rawa seluas 1.296.643 Ha, hutan lahan kering sekunder seluas 702.759 Ha, dan hutan lahan kering primer seluas 597.768 Ha. Sementara lahan terbangun berupa permukiman hanya seluas 3.929 Ha. Ini merupakan potensi yang besar untuk pengembangan pertanian maupun pengembangan infrastruktur dalam mendukung sektor pertanian dan industri pengolahannya di Kabupaten Merauke. Kabupaten Merauke memiliki daya dukung lingkungan yang cukup tinggi untuk kawasan budidaya yaitu sebesar 45% dengan luas 2.093.316,44 Ha, kawasan lindung sebesar 55% dengan luas 2.558.027,40 Ha. Dengan daya dukung lingkungan kawasan budidaya yang tinggi maka kabupaten Merauke berpotensi sebagai kawasan sentra produksi pangan nasional.
Disamping itu, Kabupaten Merauke juga memiliki potensi sumber air baku berupa air permukaan yang terdiri dari Daerah Aliran Sungai Kumbe, Maro, Bian, Digul, dan Buraka yang tergolong sungai tadah hujan dataran rendah (lowland rainfed rivers) dan bermuara ke laut Arafura. Selain itu terdapat pula cekungan-cekungan rawa yang cukup luas seperti rawa Biru yang terletak di sebelah timur kota Merauke dan selalu berair sepanjang tahun. Daerah irigasi Kabupaten Merauke merupakan bagian dari daerah irigasi Provinsi Papua yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain adanya potensi pengembangan daerah irigasi, Kabupaten Merauke juga memiliki potensi rawa yang dapat dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan khususnya bagi pengembangan pertanian tanaman pangan. Potensi pengembangan rawa pasang surut di Distrik Okaba seluas 736.621 Ha dan baru dimanfaatkan sebesar 296 Ha. Beberapa distrik lain seperti Kurik, Tanah Miring, dan Semangga juga memiliki potensi pengembangan rawa pasang surut yang merupakan bagian dari kawasan food estate Merauke. Sementara potensi pengembangan rawa lebak yang berada di Kimaan, Salor, Jagebob, Muing, dan Semayam baru hanya rawa lebak di Kimaan yang dikembangkan untuk tanaman pangan seluas 443 Ha. Dukungan lainnya adalah berupa jaringan jalan di Kabupaten Merauke yang terdiri atas jaringan jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Diantaranya adalah Trans Papua yang menghubungkan Merauke Kota hingga ke perbatasan Kabupaten Merauke dengan Kabupaten Boven Digoel. Selanjutnya ada jaringan jalan provinsi yang menghubungkan antar distrik di Kabupaten Merauke. Kemudian ada jaringan jalan lokal yang menghubungkan antar kelurahan/kampung di dalam distrik.
Di Kabupaten Merauke juga terdapat banyak dermaga sungai yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan diantaranya dermaga Kumbe I di distrik Malind, Kumbe II di distrik Semangga, Bian I di distrik Malind, Bian II di distrik Okaba dan Sungai Buraka di distrik Tubang. Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke dikembangan dalam tiga tahap. Tahap I meliputi 10 distrik, tahap II meliputi 2 distrik dan tahap III meliputi 3 distrik. Tahap I didasarkan atas keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus di Salor dan pelabuhan Kumbe. Tahap II ditentukan karena pertimbangan pembangunan Pelabuhan Wanam sebagai titik kegiatan distribusi hasil produksi pangan. Tahap III ditentukan dengan pertimbangan adanya dua pelabuhan di area lahan, yaitu Pelabuhan Kimaam di sebelah barat dan Pelabuhan Bian di sebelah timur yang dilalui oleh alur pelayaran kabupaten dan mendukung berlangsungnya kegiatan distribusi hasil produksi pangan di Kabupaten Merauke. Pada tahun 2025 jumlah penduduk Kabupaten Merauke diproyeksikan mencapai 278.217 jiwa dan tidak mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan pada masing-masing distrik sehingga tidak berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan terhadap infrastruktur wilayah. Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke berusaha memenuhi kebutuhan infrastruktur pertanian dan juga kebutuhan infrastruktur permukiman penduduk sebagai satu sistem yang dapat mendukung Pengembangan Kawasan Food Estate Merauke. Kawasan Food Estate menjadikan padi sebagai komoditas unggulan. Tanaman pertanian pendukung terdiri dari tanaman holtikultura dan perkebunan berupa jagung, kedele, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah, tebu, sawit, karet dan sagu, mangga, rambutan dan durian. Kawasan Food Estate adalah Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional yang berkelanjutan dengan dukungan infrastruktur yang terpadu. Mengembangkan kawasan perkotaan dengan konsep agropolitan, dan mengembangkan kawasan perdesaan sebagai pusat produksi pangan. Selain itu, Food Estate juga mengembangkan kawasan permukiman perdesaan yang layak dan sehat melalui dukungan infrastruktur yang terpadu, meningkatkan konektivitas dan jaringan transportasi antar kawasan perdesaan, mengembangkan kawasan perdesaan sebagai sentra produksi komoditas unggulan guna mendukung kawasan perkotaan, dan mengembangkan agroindustry yang ramah lingkungan.
Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez Mengungkap Kebohongan Benny Wenda

Kelompok separatis Benny Wenda kembali menyebarkan hoax dan kebohongan kepada publik melalui sebuah berita yang mengatakan bahwa Benny Wenda telah menyampai-kan petisi yang meminta dilakukannya referendum untuk Papua kepada Komite Dekolonisasi PBB sebagaimana dipublikasikan oleh koran Guardian dengan judul berita “Banned West Papua in-dependence petition handed to UN”. Pada tanggal 27 September 2017, koran Guardian dalam artikelnya menyebutkan bahwa Benny Wenda telah menyampaikan petisi yang meminta dilakukannya referendum untuk Papua kepada Komite Dekolonisasi PBB. Menanggapi pemberitaan tersebut, Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez, telah menyampaikan klarifikasi pada tanggal 28 September 2017 pagi di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat. Dalam klarifikasinya, Rafael Ramirez menyatakan bahwa dirinya maupun Sekretariat Komite Khusus Dekolonisasi PBB, tidak pernah menerima, baik secara formal maupun informal, petisi atau siapapun mengenai Papua seperti yang diberitakan dalam koran Guardian. Menurut Rafael Ramírez, itu hanyalah kegiatan atau upaya individu maupun pihak-pihak tertentu yang berupaya melakukan manipulasi dan propaganda. Tahun lalu, Benny Wenda juga telah melakukan hal yang sama, yaitu kebohongan kepada publik. Ia menyebutkan bahwa dirinya telah menyerahkan dokumen mengenai Papua kepada 22 Sekjen PBB, namun setelah di konfirmasi ke kantor Sekjen PBB ternyata hal itu tidak pernah terjadi. Ia hanya berupaya membentuk opini dan stigma, baik kepada masyarakat internasional maupun kepada masyarakat Papua, bahwa Papua berada dibawah kekuasaan penjajahan Indonesia dan berupaya untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua melalui sebuah referendum. Bangsa Indonesia menjajah rakyat Papua adalah sebuah logika yang tidak masuk akal. Faktanya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang gigih memperjuangkan kemerdekaan dan perdamaian sebagai hak segala bangsa. Indonesia gigih memperjuangkan hak bangsa Palestina untuk merdeka dan menghentikan okupasi Israel terhadap Palestina. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan kontributor terbesar dalam Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Pemerintah Indonesia juga gigih melakukan pembangunan di Papua dan memberikan keleluasaan penuh kepada masyarakat Papua untuk mengelola wilayahnya melalui Otonomi Khusus. Jadi apa yang dilakukan oleh Benny Wenda adalah tidak lebih dari upaya segelintir orang yang ingin memaksakan kepentingannya sendiri namun dengan dalih untuk kepentingan masyarakat Papua.
Papua Berpotensi Menjadi Penghasil Tebu Terbesar

alah satu tema dalam pembangunan wilayah Papua adalah ‘Percepatan  pengembangan  industri  berbasis  komoditas Slokal yang bernilai tambah di sektor/subsektor pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan’. Terkait hal tersebut, Papua melakukan pengembangan MI-FEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate) dengan alokasi lahan seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Pro-duksi Pertanian (KSPP). Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang telah dikembangkan yaitu: Greater Merauke, Kali 2-3 Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke. Untuk  jangka menengah (kurun waktu  2015  –  2019)  pengembangan tersebut diarahkan   pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 – 2030) pengembanganya diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan.            Potensi  unggulan  pertanian  tanaman pangan di wilayah Papua meliputi komoditi padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri dari komoditi jagung, ubi kayu, ubi jalar, buah merah, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau. Sedangkan hortikultura terdiri dari komoditi sayur-sayuran serta buah-buahan.
Berdasarkan data BPS tahun 2013, produksi tanaman pangan di wilayah Papua terdiri dari produksi jagung sebesar 9.107 Ton dari luas panen 4.255 Ha, produksi padi mencapai 199.362 Ton dari luas panen 58.634 Ha, produksi kedelai mencapai 5.219 Ton dari luas panen sebesar 4.367 Ha, produksi kacang tanah mencapai 2.693 Ton dari luas panen sebesar 2.551 Ha, produksi sagu sebesar 7.319 Ton dari luas panen 7.608 Ha, dan produksi ubi jalar mencapai 455.742 Ton dari luas panen sebesar 34.100 Ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki produksi mencapai 51.120 Ton dari luas panen 4.253 Ha.Tanaman perkebunan di wilayah Papua yang memiliki produksi dan luas areal terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi. Penyebaran terbesar produksi kelapa sawit, kelapa dan kopi terdapat di Provinsi Papua. Perkembangan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi karena ekspansi perkebunan sawit banyak dikembangkan di wilayah Papua. Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet di wilayah Papua secara keseluruhan juga cukup besar. Produksi karet di wilayah Papua mengalami peningkatan selama periode 2009- 2013. Pada tahun 2013, produksi karet di wilayah Papua mencapai 2.308 Ton dengan dominasi produksi dari Provinsi Papua sebesar 2.281 Ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk menjadi penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi tebu terluas di luar Jawa yaitu sebesar 500.000 Ha atau 47% dari total lahan tebu di luar Pulau Jawa.Di bidang peternakan, jumlah populasi ternak terbesar di wilayah Papua adalah babi, sapi potong, dan kambing.Populasi ternak babi terbesar berada di Provinsi Papua yaitu 577.407 ekor di tahun 2012. Secara umum, sebagian besar jumlah populasi ternak terdapat di Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi Papua Barat. Potensi  perikanan  dan  kelautan di wilayah Papua sangat melimpah ka- rena memiliki territorial perairan yang luas dan sekaligus juga memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua. Oleh karena itu sektor ini mempunyai peluang yang sangat luas untuk terus dipacu perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari perikanan tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat juga potensi perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk perikanan budidaya kolam terbesar berada di Provinsi Papua. Selain pengembangan sektor primer, wilayah Papua juga memiliki beberapa potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di sektor sekunder, wilayah Papua memiliki potensi untuk mendirikan industri pengolahan sektor unggulan (industry hilir) terutama industri buah merah, kakao dan kelapa, industry pengolahan turunan hasil pertanian dan perikanan serta industry pertambangan, minyak dan gas. Sedangkan di sektor tersier, sektor pariwisata memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan terutama wisata alam, bahari dan budaya yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal, diantaranya adalah objek wisata RajaAmpat di Provinsi Papua Barat.

Kelompok OPM Kembali ke Pangkuan NKRI

Satu demi satu, kelompok OPM yang berbasis di hutan-hutan di Papua pada akhirnya menyerahkan diri dan menyatakan untuk kembali ke pangkuan NKRI. Pada tahun ini sedikitnya ada empat kelompok OPM yang menyatakan diri kembali bergabung dengan NKRI. Mereka telah melihat sendiri bagaimana pembangunan di Papua semakin maju, sementara di sisi lain mereka malah semakin menderita. Hal inilah yang kemudian mendorong kesadaran mereka untuk kembali kepada NKRI. Menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 72 lalu, Panglima Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Yapen Timur Kris Nussy alias Corinus Sireri bersama 77 orang anak buahnya dan 300 orang simpatisan OPM menyerahkan diri dan diterima oleh Kapendam XVII/Cendrawasih Letkol Inf Muhammad Aidi. Pemerintah dan TNI telah melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya melalui kegiatan teritorial, pertanian, persawahan, pembangunan jalan, pengobatan dan lain sebagainya, sementara anggota TPN-OPM yang merasa berjuang untuk kemerdekaannya justru tidak mendapatkan apa-apa. Di sisi lain, mereka juga tidak bisa membuktikan mengenai penjajahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap mereka juga tidak bisa membuktikan mengenai penjajahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap Papua seperti yang disuarakan mereka selama ini. Sebaliknya, pemerintah Indonesia justru memberikan keistimewaan kepada setiap warga Papua untuk bisa mengembangkan daerahnya. Pemerintahadi Papua, mulai dari jabatan Kepala Kampung hingga Gubernur seluruhnya dijabat oleh putra daerah Papua. Papua seperti yang disuarakan mereka selama ini. Sebaliknya, pemerintah Indonesia justru memberikan keistimewaan kepada setiap warga Papua untuk bisa mengembangkan daerahnya. Pemerintahan di Papua, mulai dari jabatan Kepala Kampung hingga Gubernur seluruhnya dijabat oleh putra daerah Papua.
sebelumnya (1/7/2017) sebanyak 15 orang dari kelompok TPN-OPM Goliat Tabuni yang bermarkas di Tingginambut, Puncak Jaya beserta penasihat spritual mereka Wanis Tabuni, yang dikenal militan menyatakan diri bergabung dalam NKRI. Selain itu sekitar 200-an warga Tingginambut yang selama ini mendukung OPM juga turut menyatakan diri bergabung kembali dengan NKRI dan mendukung Pancasila sebagai ideologi negara. Kemudian juga ada anggota OPM pimpinan Fernando Warobay, yaitu Yusuf Aninam beserta kelompoknya yang berbasis di kampung Sasawa, menyerahkan diri dan menyatakan kembali ke NKRI pada 5 Mei 2017. Sebelumnya lagi sebanyak 154 anggota OPM dari kelompok Sinak-Yambi juga telah berikrar kembali ke NKRI secara resmi pada 20 Maret 2017. Kelompok ini sebagian besar berasal dari Kampung Toemarib, Weni dan Kampung Rumagi Distrik Mageabume, Kabupaten Puncak yang merupakan daerah perbatasan dengan Distrik Yambi Kabupaten Puncak Jaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar